Kamis, 04 Agustus 2011

Menkes Himbau Pemda Tak Lagi Berlakukan SKTM


DEPOK, Menteri Kesehatan Endang Rahayu menghimbau Pemerintah Daerah (Pemda) dan Pemerintah Kota (Pemkot) tidak lagi memberlakukan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Sebab hal itu dapat menyebabkan rumah sakit bangkrut. “Saya menghibau agar pemda dan pemkot tidak tidak lagi memberlakukan SKTM dalam melayani pasien. Penggunaan SKTM dapat membuat rumah sakit bangkrut,” katanya, saat memberikan pidato pada Pembukaan Klinik Laktasi di Rumah Sakit Puri Cinere, Depok, Kamis (4/8).

Menurut dia, penggunaan SKTM akan membuat pemerintah daerah memiliki hutang yang sangat besar pada rumah sakit. Sehingga berujung pada bangkrutnya rumah sakit. Lebih jauh ia menerangkan bahwa seharusnya data peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) bersifat terutup seperti halnya Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Dia berkata, data peserta Jamkesmas bersifat tertutup dengan menggunakan daftar nama yang disusun pada tahun 2005. Dengan demikian, daftar peserta Jamkesmas menjadi tetap dan mempermudah pemerintah dalam memprediksi anggaran yang dikeluarkan. “Seharusnya data Jamkesda bersifat tertutup seperti pada Jamkesmas,” kata Endang.

Endang berharap pemda dan pemkot juga bisa menerapkan data peserta Jamkesda yang tertutup. Menteri Kesehatan juga berharap masyarakat yang bekerja pada instansi tertentu baik negeri maupun swasta tidak lagi menggunakan SKTM. Hal itu karena seharusnya mereka memiliki jaminan kesehatan yang ditanggung oleh instansi tempat mereka bekerja. Misalnya saja untuk Pegawai Negeri Sipil, jaminan kesehatannya ditanggung oleh Asuransi Kesehatan (Askes), begitu juga pegawai swasta ditanggung oleh asuransi dari perusahannya masing-masing. “Saya berharap PNS dan pegawai swasta tidak lagi menggunakan SKTM. Karena mereka memiliki asuransi yang ditanggung lembaganya masing-masing,” katanya.

Endang mengakui, saat ini pihaknya masih terus menerima laporan mengenai adanya rumah sakit swasta yang nakal karena sulit menerima pasien Jamkesmas/Jamkesda. Apalagi jika pasien tersebut merupakan rujukan dari rumah sakit pemerintah. Seringkali rumah sakit swasta menahan pasien hanya untuk meminta kejelasan mengenai pembayaran pasien tersebut. Dan uniknya, kata dia, kondisi ersebut berlaku sebaliknya. Jika pasien dirujuk dari rumah sakit swasta ke rumah sakit pemerintah maka akan di tolak. “Saya menghimbau agar rumah sakit tidak segera melepas tanggung jawab bila ada pasien Jamkesmas/Jamkesda yang dirujuk ke tepat lain akibat tidak adanya fasilitas yang lengkap atau kekurangan kelas III. Seharusnya rumah sakit yang memberi rujukan tersebut menghubungi dulu rumah sakit rujukan, bahkan menyediakan ambulans untuk mengantarkan ke rumah sakit rujukan tersebut,” katanya.

Pada tahun 2011 ini, kata Endang, Pemerintah Republik Indonesia akan memperbaharui data warga miskin. Badan Pusat Statistik akan menetapkan daftar 40 persen warga yang ekonominya paling bawah. Data tersebut kemudian nantinya digunakan di setiap Kementrian. Cara tersebut dilakukan untuk menghindari perbedaan data antar instansi pemerintah. “Kalau sekarang kan data warga miskin yang ada di Kementrian Kesehatan, berbeda dengan yang ada di Kementrian Sosial serta lainnya,” terangnya.

Sementara itu, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengatakan Depok sudah menetapkan sistem pendataan tertutup bagi peserta Jamkesda. Kota Depok mulai memberikan fasiltas Jamkesda kepada 183.000 orang. Sementara peserta Jamkesmas di Kota Depok sebanyak 137. 000 orang. Menurut Nur Mahmudi, program Jamkesda diberlakukan untuk memberikn fasilitas pada warga yang kurang mampu namun tidak tercatat sebagai peserta Jamkesmas.

Nur Mahmudi mengakui, program Jamkesda tersebut masih membutuhkan rumah sakit di luar Kota Depok sebagai tempat pasien mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal itu karena masih kuranganya fasilitas kesehatan dan ruangan yang dimiiki Rumah Sakit Umum Daerah.

0 komentar: