Selasa, 09 Agustus 2011

Komisi A DPRD Depok Minta Kinerja Pemkot Depok Terus Diperbaiki


DEPOK, Anggota Komisi A, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok bidang pemerintahan meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Depok memperbaiki kinerjanya. Selama ini masyarakat melihat kinerja pemerintah belum dilakukan secara maksimal. Terutama pada pelbagai urusan yakni: urusan kepegawaian, urusan kependudukan, urusan pertanahan, urusan perizinan, dan urusan pemerintahan. “Pemerintah harus segera memperbaiki kinerjanya. Sebab, masyarakat masih melihat kalau kinerja pemerintah belum maksimal,” ujar anggota Komisi A, Jeane Novline Tedja, Selasa (9/8).

Menurutnya, untuk urusan kepegawaian, Pemkot Depok masih memiliki pekerjaan rumah terkait 22 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNSD) yang belum memiliki Surat Keputusan (SK) pengangkatan. Padahal, ke-22 CPNSD tersebut sudah lulus seleksi. Komisi A, kata dia, akan mengevaluasi secara cermat proses penyelenggaraan penerimaan CPNSD secara online di tahun 2011 ini. “Kami mengadakan rapat-rapat bersama Badan Kepegawaian dan memastikan semua proses dilaksanakan sesuai prosedur,” kata Jeane.

Sedangkan urusan kependudukan, terang Jeane, Komisi a akan memanfaatkan keterlambatan peralatan yang dikirim Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) untuk memastikan bahwa Pemkot Depok telah siap lahir batin mewujudkan e-KTP. Karena sejak program sistem informasi administrasi kependudukan (SIAK) atau KTP online diluncurkan, penduduk Depok sudah merasa nyaman dapat membuat KTP di kelurahan. “Oleh karena itu, Komisi A juga akan memastikan bahwa e-KTP juga akan dilaksanakan dengan basis kelurahan, bukan kecamatan,” katanya.

Kader Partai Demokrat (PD) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Depok itu mengatakan, ketika reses pihaknya menerima banyak aspirasi dari warga yang terkait urusan pertanahan. Diantaranya adalah: masalah pembebasan lahan dan uang ganti untung yang diraskan warga yang merasa dirugikan bukan diuntungkan. Belum lagi masalah Tol Jagorawi-Cinere (Jagonere). Masyarakat Leuwinanggung berteriak-teriak merasa dizalimi pemerintah. “Komisi A akan mengadakan rapat-rapat untuk membahas masalah ini dengan Tim Pembebasan Tanah, Panitia Pembebasan tanah, dan perwakilan warga untuk mencari solusi terbaik sehingga semua pihak merasa diuntungkan,” kata Jeane.

Terkait urusan perizinan, papar Jeane, Komisi A prihatin karena kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) telah pensiun dengan meninggalkan banyak permasalahan perizinan. Komisi A meminta Wali Kota Nur Mahmudi agar secepatnya mengisi kekosongan pejabat BPPT. “Kepala BPPT harus diisi oleh sumber daya manusia yang memiliki kapabelitas dan integiritas. Menjalankan prinsip-prinsip akuntabilitas dengan baik atau dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat,” ujarnya.

Selanjutnya, kata dia, urusan pemerintahan masih banyak yang harus dibenahi. Ia mencontohkan, masih banyak pejabat struktural di tingkat kelurahan yang masih kosong alias belum terisi. Padahal, bila pemerintah serius ingin meningkatkan pelayanan publik maka peran kelurahan dan kecamatan sebagai basis pelayanan terhadap masyarakat harus lah dioptimalkan. “Terutama diisi dengan SDM tangguh dan capable,” terang Jeane.

Di tempat sama, anggota Komisi A lainnya, Isdayanti membenarkan pernyataan Jeane. Ia malah menuding kinerja Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok lamban. Masih banyak posisi struktural di level kelurahan dan kecamatan belum terisi. Padahal, posisi struktural sangat berpengaruh terhadap kinerja pelayanan masyarakat. “Kekosongan personil ditingkat struktural kelurahan dan kecamatan sudah lama kita permasalahkan. Lantaran sangat berpengaruh terhadap pelayanan publik. Anehnya sampai sekarang posisi itu tetap saja kosong. Saya sangat menyayangkan kinerja Kepala BKD yang lamban,” katanya.

Isdayanti meminta Kepala BKD fokus mengatasi permasalahan ini. Ia tidak ingin mendengar adanya keluhan tentang kinerja pemerintah ditingkat kelurahan dan kecamatan dari hari ke hari bertambah buruk.Apalagi, kata dia, para sukarelawan (sukwan) yang bekerja di kelurahan dan kecamatan mengambil porsi lebih dari kekosongan yang terjadi. “Yang bertanggungjawab memberikan pelayanan adalah para PNS. Kalau sukwan hanya membantu tugas-tugas yang dinilai kurang penting,” ujarnya.

Menurut Isdayanti, tugas sukwan saat ini melebihi pegawai negeri sipil (PNS). Tidak heran kalau banyak sukwan berani mengambil keputusan strategis. Padahal,
itu tidak diperbolehkan. “Saya mendapat laporan dari warga kalau ada sukwan berani mengambil keputusan terkait tanah warga. Padahal, itu sangat melanggar,”
ujarnya.

0 komentar: