Senin, 25 April 2011

Setiap Tahun 7000 Anak Dimasukkan Kedalam Penjara


DEPOK, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat setiap tahun terdapat 7000 kasus anak yang dimasukan kedalam penjara oleh pihak kepolisian. KPAI meminta pihak kepolisian untuk tidak memenjarakan anak di bawah umur. Terutama pada kasus yang belum memiliki bukti hukum dan tidak memiliki dampak sosial. “Kita minta agar pihak kepolisian tidak memenjarakan anak di bawah umur. Tetap menerapkan hukum, cuma digeser dari hukum pidana ke hukum sosial,” pinta Wakil Ketua KPAI, Asrorun Ni’am Sholeh, Senin (25/4).

Menurutnya, upaya tersebut sejalan dengan prinsip restorative justice. Mendorong penyelesaian kasus anak yang berhadapan dengan hukum melalui jalan di luar pengadilan. Ia mengatakan, polisi memiliki kewenangan untuk melakukan diversi: kewenangan untuk tidak memproses kasus hukum melibatkan anak, dan mengupayakan penyelesaian lebih mendidik. “Kita meminta polisi menggunakan hak diversi atau kesampingan hukum. Tidak semua kasus diselesaikan dengan hukum dan masih ada pendekatan lain,” ujar Asrorun.

Ia mengatakan, rata-rata setiap tahun terdapat 7000 kasus melibatkan anak masuk ke dalam penjara. Untuk itu, sambungnya, polisi agar lebih arif dan bijaksana dalam menangani kasus anak. Pasalnya, UU Perlindungan Anak menegaskan bahwa penanganan anak bawah umur melalui jalur hukum adalah upaya terakhir. Dia menambahkan, memasukkan anak ke dalam penjara justru memunculkan stigma dan cenderung belajar menjadi seperti residivis. “Anak yang dipenjara justru akan memunculkan stigma baru di masyarakat. Apalagi, mereka itu cenderung belajar dari para residivis di dalam penjara. Alangkah baiknya, jika dilakukan melalui penindakan sosial,” tegas Asrorun.

Asrorun menuturkan, pemberian hukuman bagi anak melalui penindakan sosial memiliki efek pendidikan. Dengan sanksi sosial akan berdampak lebih baik bagi pertumbuhan anak itu sendirinya. Dia mencontohkan: seorang anak bisa disuruh membersihakn fasilitas sosial, aktif dalam kegiatan PMI, dan diberikan batasan waktu. “Sanksi sosial bagi anak itu lebih baik bagi anak daripada penjara. Karena terdapat nilai pendidikan di dalamnya. Contohnya, anak disuruh membersihkan trotoar atau aktif di PMI,” katanya.

Untuk itu, pihaknya terus melakukan pengawalan terhadap UU Peradilan anak. Saat ini, lanjutnya, masih dalam proses pembahasan. “Kita terus mengawal UU Peradilan anak dan sekarang masih dalam tahap pembahasan,” jelasnya.

Berdasarkan informasi, banyak kasus yang melibatkan anak dan berakhir dijeruji besi. Belum lama ini, RM (16) merupakan siswa kelas IX MTs Nurul Hidayah Parung yang ditahan gara-gara memalak temannya sebesar Rp3000. Ia ditahan sejak 9 April 2010 dituduh melakukan pemerasan dan membawa senjata tajam tidak sesuai peruntukannya. Kasus tersebut terjadi pada 2 April 2010, dan dilaporkan oleh orang tua korban yang kebetulan seorang polisi pada 8 April 2011. Tanggal 9 April 2011 Polisi menangkap RM dan menahan di tahanan Polsek Parung, satu sel dengan tahanan narkoba hingga hari ini. Setelah didatangi KPAI, RM diizinkan keluar tahanan dan pulang ke orang tuanya, untuk menghadapi UN.

0 komentar: