DEPOK, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Depok belum dapat meredakan wabah chikungunya di RT001 dan RT002/RW03, Kelurahan Bojongsari Baru, Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat (Jabar). Dalam waktu enam hari, penderita chikungunya di wilayah tersebut bertambah 20 orang. Total jumlah penderita bertambah menjadi 56 orang. Padahal, pada Rabu (13/4) lalu, penderita chikungunya di daerah tersebut baru mencapai 36 orang. Gejala ini diawali demam tinggi, nyeri sendi, otot, dan tulang. Sekujur tubuh timbul bintik-bintik merah. “Penderita chikungunya di RT001 dan RT02/RW003 bertambah banyak. Dalam waktu enam hari bertambah menjadi 20 orang. Para penderita menderita nyeri tak tertahankan,” kata Ketua RW03, Edi Triyanto, Selasa (19/4).
Edi meyakini jumlah penderita chikungunya di wilayahnya tersebut akan bertambah terus, jika tidak dilakukan pencegahan atau pembasmian nyamuk Aedes Aegypti secepatnya. Buktinya, kata dia, dalam waktu kurang dari seminggu penderita wabah tersebut semakin banyak. “Secara bergantian warga menderita chikungunya. Dalam waktu kurang dari enam hari, pasti ada warga yang sembuh kemudian warga lainnya menderita penyakit ini,” ujarnya.
Edi mengaku telah diberitahu Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Kecamatan Bojongsari, bahwa virus Alphavirus yang ditelurkan lewat nyamuk Aedes Aegypti bertelur di air jernih. “Kita sudah membersihkan seluruh lingkungan. Tapi hingga hari ini masih banyak saja warga yang terkena chikungunya,” katanya.
Ketua Posyandu Bojongsari Baru, Diana Candra mengatakan, warga penderita chikungunya semakin bertambah terutama di RT 2. “Sebelumnya ada 55 orang, tapi hari ini (kemarin) kita menerima laporan ada satu orang lagi yang menderita gejala chikungunya,” kata dia.
Menurut Diana, warga yang saat ini sudah dinyatakan sembuh oleh petugas Puskesmas, masih sering mengalami nyeri pada persendiannya. Biasanya nyeri tersebut dirasakan pada malam hari. “Kita sudah berupaya melakukan pencegahan. Namun sepertinya tidak berjalan sesuai rencana,” katanya.
Ia mengatakan, petugas Puskesmas Pondok Petir sebelumnya sudah melakukan fogging (pengasapan) untuk memberantas nyamuk pembawa virus penyebab chikungunya, pada Jumat (15/4). Warga juga telah melaksanakan kerja bakti dengan membersihkan selokan yang airnya tergenang. Bahkan petugas dari Kementrian Kesehatan sudah meninjau wilayahnya. Hal itu terkait dengan adanya laporan seorang balita berusia 3,5 tahun yang menderita gejala seperti chikungunya. ”Anak ini sempat mengalami kejang sehingga harus dilarikan ke rumah sakit, petugas Kemenkes sudah mengambil sample fesesnya. Kami sempat khawatir juga karena menurut petugas Kemenkes, bila chikungunya menyerang anak di bawah 15 tahun maka bisa polio,” ujarnya.
Kepala Puskesmas Pondok Petir, Nur Afiyah, menyanggah bila kondisi yang diderita oleh balita tersebut merupakan chikungunya. “Kami meragukan karena kondisi bintik merahnya berbeda dengan chikungunya,tapi untuk memastikan anak tersebut sudah diperiksa secara deratil di laboratorium,” tuturnya.
Nur mengatakan, pihaknya akan terus melakukan penyulihan kepada warga untuk mencegah terjadinya penyakit chikungunya. Mereka juga melakukan jemput bola untuk melakukan pengobatan pada warga termasuk melakukan pemeriksan jentik nyamuk. Puskesmas juga telah memberikan bubuk Abate untuk ditaburkan di selokan dan kolam kosong yang sebelumnya digunakan untuk berternak ikan.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Hardiono membenarkan penambahan jumlah penderita Chikungunya dari 36 menjadi 56 orang. Hanya saja, dirinya membantah adanya peningkatan 20 penderita dalam enam hari. “Bukan berarti dalam enam hari penambahan menjadi 20 orang. Tapi, ini adalah pengumpulan datanya baru terkumpul. Dengan kata lain, penderita yang sudah sakit sejak lama baru diketahui,” ujarnya.
Meski begitu, pihaknya telah melakukan upaya seperti: pemberian bubuk abate, penyuluhan dan anjuran pada masyarakat agar berprilaku sehat dalam menjaga lingkungan. Mengenai balita yang sakit kejang-kejang, menurutnya, gejala tersebut tidak mengarah pada pada penyakit Chikungunya. Berdasarkan informasi yang ia dapat, balita tersebut sudah mendapat rujukan ke rumah sakit dan sudah pulan ke rumahnya. “Kalau balita yang kejang-kejang itu, bukan menjurus pada penyakit Chikunguya,”paparnya.
Secara terpisah, anggota Komisi A, DPRD Depok, Jeane Novlin Tedja menyayangkan kekurang sigapan Dinkes menanggulangi wabah chikungunya. Padahal, penyakit tersebut sangat membuat penderitanya sengsara. Seharusnya, kata dia, Dinkes melakukan tindakan preventif. “Begitu ada kabar kalau di Kelurahan Bojongsari Baru ada penderita chikungunya langsung bergerak,” tegasnya.
Ia menambahkan, Dinkes melakukan observasi terhadap wilayah merah tersebut. palagi, kata Jeane, penderitanya tidak sedikit. “Jumlah 65 orang itu tidak sedikit. Harusnya, begitu ada laporan langsung dilakukan pencegahan. Seperti melakukan pembersihan,” ujar Jeane.
Jeane mengingatkan, tugas utama Pemerintah Kota (Pemkot) Depok—Dinkes—melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Bukan berlaku seperti bos di sebuah perusahaan. Melakukan tindakan jika mendapat keuntungan. “Kalau ada laporan, ya, harusnya segera ditindak. Kalau melihat bertambahnya penderita chikungunya maka hal itu menandakan Dinkes tidak mampu mencegah penyakit ini. Mereka itu pelayan masyarakat. Tolong jangan lupakan hal itu,” tegasnya.
Wanita berjilbab itu meminta Dinkes melakukan pengobatan secara tuntas. Ia tidak ingin mendengar lagi penambahan jumlah penderita chikungunya di Bojongsari. “Jangan sampai penyakit ini terus menyebar sampai satu kecamatan,” tandas Jeane.
Selasa, 19 April 2011
Dinkes Depok Tak Mampu Redakan Wabah Chikungunya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar