Jumat, 29 April 2011

Pesantren Tangkal Gerakan Radikalisme


DEPOK, Maraknya aksi radikalisme di Indonesia membuat para pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di Kota Depok meningkatkan kewaspadaan. Apalagi tindakan radikalisme kerap dilakukan ummat Islam garis keras. Dan ponpes dituding sebagai sarang gerakan radikalisme itu sendiri. “Para pemimpin ponpes di Kota Depok tengah meningkatkan kewaspadaan agar gerakan Islam garis keras tidak menyusup kewilayah pondok,” kata Pimpinan Ponpes Al-Karimiyah, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, KH A Damanhuri, Jumat (29/4).

Menurut Damanhuri, pesantren sesungguhnya memiliki peran menjadi basis penangkal idiologi gerakan radikal. Pesantren saat ini tetap berkomitmen membentuk moral bangsa Indonesia. Tidak lebih dari itu.“Pesantren tetap eksis dengan komitmen awal dalam membentuk moral. Tentunya,dengan paham Ahlussunnah Wal Jama'ah,” tegasnya.

Damanhuri mengatakan, pesantren dapat dijadikan rujukan masyarakat dalam banyak hal, seperti: nilai agama, sosial, ekonomi, dan banyak lagi. Terlebih lagi, kata dia, sebagai problem solving permasalahan di tengah masyarakat. Cap miring terhadap pesantren sesungguhnya tidak benar. “Pesantren bukan sarang teroris,” katanya.

Dia menuturkan, pesantren di Indonesia saat ini tengah mengembangkan pemikiran dan idilogi moderat, egaliter, maupun pluralisme. Pesantren sesungguhnya mengembangkan wacana sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Serta mengadopsi tradisi kearifan masyarakat lokal. “Melalui pengembangan pemikiran moderat dan pluralisme diyakini dapat menjadi penangkal radikalisme. Apalagi, kita juga mengadopsi dan menghargai tradisi masyarakat setempat. Tentunya, yang tidak menyalahi ketentuan hukum dan agama,” terang Damanhuri.

Bila pesantren sudah menerapkan nilai-nilai agama yang moderet, kata Damanhuri, maka sebesar apapun pengaruh dari luar tidak akan berpengaruh bagi para santri di dalamnya. Mereka tidak bakal mengikuti ajaran gerakan radikal. Sebab, para santri sudah memiliki fondasi kuat. Baik dalam ideologi dan pemikiran. Dengan kata lain mereka memahami ajaran, rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam semesta). “Pesantren lah penangkal gerakan radikalisme senungguhnya,” kata dia.

Di tempat sama, peneliti Wahid Institute, Alam Syah mengatakan, masuknya paham radikalisme ke Indonesia di bawa oleh mahasiswa yang kuliah di luar negeri seperti: Mesir, Sudan, dan lainnya. Menurutnya, radikalisme di Indonesia tidak luput dari gerakan timur tengah seperti: gerakan Wahabi dan Ikhwanul Muslimin. “Radikalisme itu ada muatan ekonomi, politik, atau lainnya. Bukan sekadar gerakan agama,” ujarnya.
Jadi, kata dia, gerakan radikalisme di Indonesia tidak lah murni gerakan perlawanan ummat Islam Indonesia. Melaikan ada kepentingan di negara lain. “Semuanya bermuara pada kepentingan ekonomi dan politik,” kata Alam.

Sementara itu, anggota Forum Muda Lintas Agama (Formula) Kota Depok, Statistik Siahaan menilai gerakan radikalisme di Indonesia tidak lebih dari sikap premanisme. Sebab, tatanan yang sudah ada dicemari dengan beragam kerusuhan. Ia mengutuk setiap gerakan radikalisme yang mengatasnamakan agama maupun lainnya. Karena itu dapat merugikan masyarakat umum. “Kita selama ini juga telah bekerja sama dengan pemuka lintas agama untuk menjaga kedamaian. Seperti: ormas islam ataupun pesantren dalam menjaga ketentraman dan keamanan,” tandasnya.

0 komentar: