Selasa, 05 April 2011

Pemkot Depok Tak Peduli Bangunan Tua di Depok Punah


DEPOK, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dinilai tak memiliki kepedulian sedikitpun terhadap bangunan tua yang menjadi saksi sejarah peradaban Kota Depok. Buktinya, puluhan bangunan tua di Jalan Pemuda telah berubah fungsi menjadi rumah toko (ruko), pombensin, perumahan, dan gudang. “Pemkot Depok sama sekali tak memiliki kepedulian terhadap bangunan tua peninggalan Belanda. Padahal bangunan tersebut merupakan saksi sejarah peradaban Depok,” kata Ketua Lembaga Cornelis Chastlem (LCC) Valentino Jonathan, Selasa (5/4).

Menurut Valentino jumlah bangunan tua di Kota Depok saat ini tidak lebih dari sepuluh bangunan. Diantaranya: Rumah Sakit (RS) Pemuda, bekas rumah Presiden Depok, gereja, rumah penduduk, dan gedung yayasan LCC. Namun, Valentino tidak dapat melarang pemilik bangunan menjual bangunan yang menjadi haknya. “Kami tidak memiliki hak melarang pemilik bangunan menjual warisannya. Yang bisa melarang hanya Pemkot Depok. Sayangnya mereka sama sekali tidak peduli terhadap kondisi yang memperihatinkan ini,”ujarnya.

Valentino bercerita bahwa zaman Wali Kota Badrul Kamal (BK) dahulu sudah ada grand design Depok Lama sebagai kota tua layaknya kota tua Jakarta. Bahkan pemerintah waktu itu telah mengatur secara detail mengenai aturan main pembangunan di wilayah kota tua tersebut. “Kalau tidak salah, pembangunan baru dapat dilaksanakan asalkan tidak merusak bangunan lama. Design bangunan juga mengikuti gaya lama. Intinya tidak merusakan tatanan yang sudah ada,” katanya.

Sebenarnya, kata Valentino, Wali Kota Nur Mahmudi Ismail tinggal meneruskan langkah pendahulunya itu. Tapi sayangnya tidak dilakukan. “Yang ada bangunan lama dari tahun ke tahun semakin berkurang. Tidak ada upaya sedikitpun menghentikan punahnya bangunan lama itu,” katanya.

Ia mengaku juga pernah menyurati Ketua DPRD Depok untuk meminta dewan mengambil langkah antisipatif terhadap punahnya benda cagar budaya. Baik itu melalui pembuatan peraturan daerah (perda) cagar budaya atau langkah-langkah lainnya. “Sayangnya dewan tidak juga bereaksi terhadap surat saya. Mereka menganggapnya sebagai angin lalu,” ujar Valentino.

Valentino mengingatkan, rumah tua di Kota Depok usianya mencapai 300 tahun. Hal itu dibuktikan dengan peninggalan sejarah berupa sekolah, gereja, dan makam. Bila hal itu dibiarkan terus menerus tidak menutup kemungkinan identitas Depok akan hilang. “Mestinya pemerintah memiliki usaha melestarikan itu semua. Jangan hanya menyerahkan keselamatan bangunan tua pada LCC. Kami tidak akan sanggup bila tidak dibantu pemerintah,” tegasnya.

Valentino mengaku beberapa waktu lalu wisatawan asal Belanda menanyakan data kota tua Depok ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Kota Depok. Namun, tidak Bapeda sama sekali tidak memiliki data kota tua. “Ini kan sangat ironis. Justru orang Belanda memiliki data akurat tentang Kota Depok. Kita pernah dikirimi foto tentang kegiatan orang-orang Depok zamah dahulu,” katanya.

Di tempat berbeda, Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) DPRD Depok, Mad Arif menegaskan, DPRD tengah membuat Perda Cagar Budaya untuk melindungi bangunan tua di Jalan Pemuda dan Jalan Kartini. “Kita tengah menyiapkan Perda Cagar Budaya. Makanya kita berupaya menyerap segala sesuatu yang berkaitan dengan benda cagar budaya itu,” katanya.

Mad Arif melihat Pemkot Depok di bawah pimpinan Nur Mahmudi Ismail kurang memiliki kepedulian terhadap bangunan tua peninggalan belanda khusunya peninggalan Cornelis. Ia meminta para pencinta bangunan tua tidak pesimis terhadap tindakan pemerintah. “Bangunan tua harus kita selamatkan. Jangan sampai generasi yang akan datang kehilangan dan tidak mengetahui sejarah Depok,” ujarnya.

Menurut Mad Arif, Depok lama merupakan etalase belanda Depok. Banyak cerita mengenai Belanda Depok disana. Sangat disayangkan kalau bukti sejarah itu hilang tanpa masyarakat Depok dapat berbuat apa-apa. “Kita pasti akan menyelamatkan benda sejarah itu. Bila perlu Depok lama akan menjadi daerah tujuan wisata, dimana orang dapat menyaksikan beradaban Depok disana,” katanya.

Mad Arif memiliki keyakinan rekan-rekannya di Dewan akan memaksa Wali Kota Nur Mahmudi Ismail peduli terhadap bangunan cagar budaya itu. Paling tidak, kata dia, wali kota menyediakan dana untuk menyelamatkan bangunan tua yang dapat diselamatkan. “Boleh saja bangunan tua itu dijual pemiliknya, namun tidak dapat merubah bentuk bangunan tersebut. Bila itu dilakukan berarti melanggar perda,” katanya.

Hal senada juga diutarakan Ketua Frakasi Partai Amanat Nasional (FPAN) TB Acep Saepudin. Menurutnya, langkah paling baik saat ini adalah mengembalikan Jalan Pemuda dan Jalan Kartini seperti sedia kala. Artinya, bangunan tua yang sudah beralih tangan tidak dapat berubah keguaannya dan bentuk aslinya. “Langkah seperti itu bukan berarti kita melawan hukum dan mengebirik hak orang lain. Tapi langkah itu diambil untuk menyelamatkan bangunan tua,” ujarnya.

Acep meminta wali kota mememiliki kepedulian terhadap entitas masyarakat Depok. “Jangan sampe ada upaya penghilangan secara tidak langsung entitas Depok. Itu merupakan tanggungjawab pemerintah,” katanya.

Masyarakat, kata Acep, dapat meminta atau menuntut wali kota memiliki rasa terhadap nilai history suatu bangunan. Sehingga, wali kota tidak terkesan tutup mata bila ada bangunan beralih fungsi. “Saya belum melihat ada kemauan dari masyarakat Depok sendiri untuk menyelamatkan bangunan tua. Kalau mereka peduli pasti melakukan perlawanan terhadap ketidak pedulian wali kota,” tegasnya.

0 komentar: