Jumat, 11 Maret 2011

Wali Kota Tak Serius Terapkan E-KTP


DEPOK, Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mempergunakan system elektronik Kartu Tanda Penduduk (E-KTP) diyakini tak berjalan. Sebab, sejumlah persyaratan yang harusnya dipenuhi untuk menunjang rencana tersebut tak kunjung dipersiapkan. Bahkan, ada kesan pemkot mengabaikan rencana yang sudah dibicarakan wali kota kehadapan public. “Wali Kota Nur Mahmudi kurang serius bahkan tidak serius menjalankan program E-KTP,” tegas anggota komisi A, DPRD Kota Depok, Fraksi Partai Demokrat (FPD) Jeanne Novelin Tedja, Jumat (11/3).

Jeanne melihat wali kota tidak tanggap dalam menyiasati program ini. Padahal, program pelaksanaan E-KTP diusulkan sepihak oleh pemerintah daerah. Tanpa melibatkan legislative. “Sudah ada MoU antara Wali Kota Depok dan Pemerintah Pusat dalam
penerapan program ini. Wali kota berjanji dapat melaksanakan program e-KTP tahun 2011 ini,” katanya.
Dia menyebutkan dalam pelaksanaan program ini setidaknya butuh tiga persyaratan. Dimulai dari sosialisasi, pemenuhuan SDM apartur pelaksana, dan disiapkannya sarana pendukung. Pasalnya, konsep e-KTP ini sangat padat teknologi. Sedangkan saat ini, lanjut dia, belum ada tindakan awal dari pemkot. Jangan kan bicara kelengkapan alat, penyiapan aparturnya pun belum ada. Padahal e-KTP ini memiliki basis di tingkat kelurahan. Sehingga butuh tenaga operator tambahan. Selama ini program KTP online yang dilakukan pemerintah tidak berjalan optimal. Ada hambatan-hambatan lain yang belum dapat diselesaikan. “Bagaimana mau bikin e-KTP kalau dalam pelaksanaannya saja sebagian syaratnya tidak dipenuhi. Saya pesimis program ini berlanjut,” kata Jeanne.
Jeanne khawatir kalau Wali Kota Nur Mahmudi Ismail tetap memaksakan rencana ini. Bila tidak dapat berjalan dengan baik maka kondisi itu dapat mengganggu citra pemerintah. Belum lagi dana yang digunakna, sudah pasti menjadi pemborosan. Dibuktikan Jeanne dalam sejumlah studi yang dilakukannya, didapati bahwa program e-KTP itu tidak sukses. Karena ada ketidaksiapan pula pada instansi di luar pemerintah. Sehingga modul eletronik identitas yang ada di KTP tak mampu dipahmi petugas luar pemerintah.“Jogjakarta itu sempat menerapkan program ini. Ternyata saat mau digunakna di luar instansi pemerintah tidak bisa. Karena KTP itu tidak dikenal, alat detetksi e-KTP belum tersedia cukup,” kata Wakil Ketua DPC Demokrat Depk itu.
Pernyataan Jeanne diamini Wakil ketua komisi A, DPRD Kota Depok, Arja Djunaidi. Politisi Golkar itu mengatakan, Pemkot Depok terlambat dalam pelaksanaan e-KTP. Seharusnya itu bisa
diantisipasi sejak dulu. Dengan membuat persiapan personil dan
fasilitasnya. Dia meminta agar pemerintah tidak memaksakan program tersebut. Meskipun sudah meneken MoU dnegan pemerintah pusat. “Kasihan uang rakyat, jika dipaksakan ternyata gagal. Lebih baik dimatangkan baru dilaksanakan,” katanya.
Ardja paham bahwa penerapan e-KTP dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 26 tahun 2009 tentang penerapan KTP NIK secara nasional. Dalam perpres tersebut dijelaskan pula bahwa NIK dilengkapi dengan sidik jari dan chip atau e-KTP. “Pembuatan e-KTP sama sekali tidak dapat diwakili karena ada finger print/ sidik jari dan foto langsung. Sama seperti membuat SIM. Tapi kita tidak siap secara infrastruktur,” katanya.

0 komentar: