DEPOK, Pengurus Musholah Darul Huda, komplek perumahan Sawangan, Kota Depok, merasa dibohongi Pemerintah Kota (Pemkot) Depok--bagian sosial Sekretaris Daerah—lantaran diberikan cek bantuan sosial (bansos) rumah ibadah tanpa bisa dicairkan. “Alasannya, cek tersebut harusnya dicairkan sebelum 31 Desember 2010. Padahal, berkas yang kami tanda tangani baru selesai pukul 23.30 WIB. Pada waktu itu hari Jumat. Saya dan pengurus lainnya bersepakat untuk mencairkan dana tersebut dua hari lagi,” kata Ketua Musholah Darul Huda, Slamet, Jumat (18/2).
Slamet menuturkan, pada waktu cek tersebut disodorkan kepada petugas di Bank Jabar Banten (BJB) Cabang Depok, pihak bank menyatakan cek tersebut kosong. Tidak dapat dicairkan. “Saya berulang-ulang bertanya kepada petugas bank untuk meyakinkan diri saya apakah cek tersebut memang kosong. Ternyata memang kosong,” katanya kesal.
Untuk lebih memastikan kebenaran cek tersebut, kata Slamet, pihaknya mendatangi bagian sosial Setda Depok. “Bukannya keterangan yang saya dapati, malah saya dimarah-marahi. Mereka bilang uang tersebut tidak lagi dapat dicairkan karena hangus. Saya diminta membuat proposal baru supaya dapat dana,” kata dia.
Yang menjadi pertanyaan, kata dia, bagaimana berkas-berkas yang sudah ditandatangani. Apakah dana tersebut otomatis kembali ke kas daerah atau justru dianggap hilang?. “Kalau memang uang tersebut tidak dapat lagi dicairkan, kami minta berkas asli yang saya tanda tangani dikembalikan. Agar tidak ada penyimpangan,” kata Slamet.
Dia menjelaskan lebih jauh, pada awal 2010, pihaknya mengajukan proposal bansos Musalla Darul Huda. Setelah melalui proses cukup lama, kata dia, akhirnya pada Desember 2010, bansos sudah dapat dicairkan senilai Rp2,5 juta. “Singkatnya, saya diantar pengurus musholla lainnya, mengurusi sejumlah administrasi dengan menandatangani berkas di atas meterai. Sehingga menerima selembar cek yang dikeluarkan Bank BJB Banten di Jalan Margonda Raya, seberang Balaikota Depok,” kata Slamet.
Menanggapi peristiwa tersebut, Kepala Publikasi LBH Transparansi Rinaldi Rais SH mengatakan, sekilas persoalan ini bisa dikatakan kasus fiktif setelah melihat cara-cara yang dilakukan pejabat pelayanan publik tersebut. Seperti keengganan pejabat memulangkan (menukar) cek kosong dengan seluruh berkas asli bermeterai. “Saya sarankan agar pengurus musholah meminta kembali berkas yang sudah ditandatangani sebagai tanda batalnya transaksi,” kata dia.
Rinaldi juga menyarankan agar pengurus musholah mengambil langkah tegas dengan cara melaporkan kepada pihak kepolisian karena para oknum pejabat tersebut sudah memenuhi unsur pidana dengan delik penipuan sesuai Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). “Kita berpikir positif saja, kalau mereka berinisiatif baik tentu berkas dikembalikan. Tapi kalau mereka tidak mengembalikan berkas, sebaiknya dilaporkan ke polisi,” kata dia.
Secara terpisah, Kepala Bagian (Kabag) Sosial Setda Depok, Sri Utomo menuturkan menjamin dana tersebut tidak akan hilang. Cek yang diberikan pun bukan cek fiktif. “Kebetulan prosesnya saja yang tidak dipahami. Saya jamin tidak ada anak buah saya yang memanfaatkan permasalahan ini. Cek-nya pun bukan cek fiktif,” kata dia.
Sri Utomo mengatakan, dalam aturan main keuangan negaran, pada 31 Desember 2010 merupakan tenggat penutupan keuangan daerah. Sehingga, kata dia, transaksi yang melebihi tanggal tersebut tidak dapat dilakukan. “Jadi wajar kalau cek bansos tersebut tidak dapat dicairkan,” kata dia.
Jumat, 18 Februari 2011
Pemkot Depok Diduga Berikan Cek Fiktif
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar