Kamis, 03 Februari 2011

Membaca Petanda Alam di Malam Chuxi


DEPOK, Malam Tahun Baru Imlek atau Chuxi-- malam pergantian tahun-- di Kota Depok tidak hanya diwarnai dengan hal-hal positif seperti berdoa meminta keberkahan, kemuliaan, kejayaan. Malam Chuxi juga digunakan untuk membaca petanda alam. Apakah ditahun ini warga Depok akan diberikan kesejahteraan, kemuliaan, kejayaan, dan kesatuan. Atau justru sebaliknya.

Bagi sebagian warga keturunan Tionghoa di Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan Bedahan, Kecamatan Sawangan, Kota Depok, Setu Tujuh Muara atau Setu Gugur seluas 18 hektar—telah berubah fungsi menjadi daratan-- memiliki kekeramatan sendiri.

Masyarakat meyakini setiap malam pergantian tahun, sekitar pukul 23.30 WIB hingga 00.30 WIB selalu muncul bola api berwarna biru, kuning, merah. Bola tersebut keluar dari tanah eks setu yang kini telah berubah menjadi daratan. Warga kampung menamakan bola api itu Braja. Bila Braja muncul di malam Chuxi maka akan muncul bencana atau musibah. “Pengertian musibah ini sangat luas. Tidak hanya terjadi di wilayah pasir putih tetapi bisa bersifat nasional,” terang Taqyudinn, warga RW03, Kelurahan Bedahan, Kota Depok.

Taqyudinn mengatakan, Baraja diyakini masyarakat dapat dilitat dua kali. Pertama, pada saat malam tahun baru nasional, dan Chuxi. Namun, Taqyudinn menjelaskan, tidak semua warga dapat menyaksikan pancaran sinar Baraja. “Munculnya bola api berkisar antar lima hingga 10 menit saja, setelah itu turun lagi. Jadi, saat keluar bola api tidak diketahui dari sudut manapun, ada yang lihat dan ada juga yang tidak,” katanya.

Konon Setu Tujuh Muara merupakan tempat persinggahan para prajurit kerajaan Siliwangi saat akan menuju kanal atau laut. Menurut cerita para sesepuh setempat, kata Taqyudinn, di tengah-tengah setu terdapat lempengan batu besar, datar, yang digunakan sebagai tempat peristirahatan prajurit dan kuda-kudanya. “Para sesepuh disini meyakini kalau batu itu digunakan sebagai tempat singgah dan istirahat prajurit,” kata dia.

Pada tahun 1964, kata dia, Setu Tujuh Muara pernah jebol. Tetapi berhasil diperbaiki masyarakat. Namun, pada saat jebol untuk yang kedua kalinya tidak lagi diperbaiki masyarakat. Akhirnya Batu besar yang berada ditengah situ amblas terurug lumpur sedalam dua meter. “Batu besar itu sekarang berada di dasar sungai dengan kedalaman dua meter. Kalau kita colok dasar sungainya sedalam dua meter akan terasa benturan keras di dasar sungai, itulah batu besarnya,” kata Taqyudinn.

Saat ini, kata Taqyudinn, lahan situ tersebut masih tersisa satu aliran sungai yang bermuara ke Kali Pesanggrahan. Sebagian lahan setu, kata dia, kini telah dimanfaatkan warga sekitar untuk berkebun dengan ditanami berbagai macam tanaman seperti: papaya, jambu, dan pisang. Bahkan, ada juga yang membuat empang sebagai tempat memelihara ikan.

Di tempat sama mantan Kepala Desa Pasir Putih, H Cilut menyangkal, kalau selama ini di area lahan Situ Gugur ada kejadian aneh berupa munculnya bola api berwarna-warni setiap pergantian tahun nasional. “Selama lima periode menjabat sebagai kepala desa, saya tidak pernah melihat kejadian aneh di area Situ Gugur. Semuanya biasa-biasa saja,” kata pria berumur 75 tahun itu.

0 komentar: