DEPOK, Lemahnya sosialisasi Undang-undang (UU) No. 40 tahun 1999 tentang Pers oleh lembaga pers menyebabkan wartawan di Kota Depok kerap menjadi sasaran kekerasan. Baik itu kekerasan dalam bentuk fisik maupun non fisik. Seperti: intimidasi, pemukulan, penganiayaan, sampai dengan enggannya narasumber memberikan informasi. Belum lagi mencuatnya masalah polisi yang tidak terlalu memahami isi UU No.40 tahun 1999, sehingga masih terjadi benturan di lapangan antara pihak kepolisian dan wartawan dalam melaksanakan penyidikan. “Kalau saja UU Pers No. 40 tahun 1999 sudah dipahami masyarakat dengan baik. Maka tidak ada peristiwa penganiayaan terhadap wartawan. Di Depok masih lemah sosialisasi UU tersebut,” kata Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Kota Depok, Nahyudi (SCTV), kemarin.
Di Kota Depok dalam empat bulan belakangan sudah terjadi dua kasus kekerasan terhadap wartawan. Pertama, kasus kekerasan yang dialami David Ricardo (TV One). David terkena bogem mentah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok saat meliput momentum Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Kota Depok.
Baru-baru ini, tepatnya pada Sabtu (11/12) lalu, kembali kasus kekerasan terjadi pada wartawan. Kali ini giliran wartawati Okezone, Marieska Harya Virdhani yang mengalaminya. Recorder Mariska dibanting General Manager Perumahan Griya Putra Mandiri, Hendri Wahyu Wibowo, sewaktu meliput protes puluhan puluhan warga Perumahan Griya Putra Mandiri, Jalan Raya Cipayung, Citayam.
Puluhan warga tersebut memprotes pihak pengembang PT Miftah Putra Mandiri, di Jalan Arif Rahman Hakim, terkait masalah pasokan listrik. Warga merasa dibohongi dan ditipu. Mereka menagih janji ke pihak pengembang terkait pasokan listrik selama satu tahun belum juga dipasang aliran listrik oleh PLN. “Hendri mengambil recorder milik Mariska, mematikan, serta membanting recorder tersebut di atas meja,” kata Nahyudi.
Nahyudi menuturkan, padahal dalam UU Pers tersebut pada pasal 4 ayat 2, yang menyebutkan, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Ayat 3, menyebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Ayat keempat menyebutkan: dalam mempertanggungjawabkan pemberitaaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.
Dalam pasal pasal 18, ayat 1 yang menyebutkan: setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasat 4 ayat 2 dan 3, maka dapat dikenakan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta. “Apa yang dilakukan Hendri melanggar pasal 18 ini. Kita berharap organisasi kewartawanan mau melakukan sosialisasi UU Pers agar masyarakat lebih memmahami tugas dan peran pers,”kata dia.
Menurut Mariska, dirinya merupakan salah satu konsumen perumahan tersebut. Sejak awal, sesuai iklan di dalam brosur, pihak developer berjanji akan menyediakan pasokan listrik hingga 1300 watt. Warga juga menuntut pengembang membereskan masalah jalan rusak yang belum diperbaiki sesuai janji hingga bulan Desember 2010. “Saya kaget setengah mati, karena saya datang sebagai warga dan sekaligus meliput, mungkin nantinya kami wartawan yang bertugas di wilayah Depok akan menuntut pihak pengembang untuk meminta maaf.Ini merupakan salah satu bentuk intimidasi,”kata dia.
Secara terpisah, pengembang perumahan PT Miftah Putra Mandiri mengakui kesalahannya terkait pengrusakan alat rekam atau recorder wartawati Okezone, Marieska Harya Virdhani, yang dilakukan General Manager Hendri Wahyu Wibowo saat tengah meliput demo warga. Presiden Direktur PT Miftah Putra Mandiri Miftah Sunandar mengatakan, kesalahan anak buahnya adalah menjadi kesalahannya. “Sebetulnya saya tidak tahu persis kejadiannya. Saya melihat saat sedang berbicara dengan puluhan warga, mungkin Pak Hendri tidak sengaja, dan memang mejanya dari kayu jadi nadanya seperti dibanting, tapi sudahlah saya minta maaf,” kata dia.
Namun, Ketua Pokja Wartawan Depok, Nahyudi meminta pihak Miftah melakukan permintaan maaf secara tertulis dalam waktu 1x24 jam serta memperbaiki tape recorder milik Marieska. Jika tidak, kata Yudi, maka wartawan akan melanjutkan kasus tersebut ke ranah hukum. “Mereka kan sudah jelas melanggar UU Per,” kata dia.
Senin, 13 Desember 2010
Wartawan Kembali Jadi Korban Kekerasan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar