Jumat, 10 Desember 2010

Warga Depok Diminta Waspadai PJTKI Pelaku Trafficking


DEPOK, Warga Depok diminta meningkatkan kewaspadaan terhadap Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang mengirimkan tenaga kerja secara illegal ke luar negeri. Pasalnya, ada indikasi di Kota Depok telah menjamur PJTKI yang menyalurkan tenaga kerja perseorangan ke Negara-negara seperti: Malaysia, Singapura, Arab Saudi, Sudan, Oman, Hongkong, dan Filipina. “Kami minta warga Depok meningkatkan kewaspadaan terhadap PJTKI yang menyalurkan tenaga kerja keluar negeri. Apalagi penyaluran dilakukan secara perseorangan,” kata Ketua Komite Independen Perlindungan TKI Kota Depok, Mahfud Husain, di Polresta Depok, kemarin.

Mahfud meminta warga Depok segera melakukan pelaporan kepada pihak kepolisian jika menemukan seseorang yang mengaku bertugas sebagai perekrut tapi tidak mengantongi izin dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Depok. “Apa pun kotanya, setiap perekrut harus mengantongi izin dari dinas tenaga kerja. Kalau tidak ada segera buat laporan kepolisi,” tegasnya.

Ia mengingatkan, iming-iming gaji besar, pekerjaan enak, dan makan terjamin jangan lantas membutakan setiap warga Depok untuk menjerumuskan diri kedalam perdagangan orang atau trafficking. “Ingat, sebaiknya jangan mudah termakan iming-iming. Sekarang ini kita sering mendapatkan laporan dari warga yang kehilangan keluargannya di negara orang. Dalam sehari ada 10 laporan,” kata Mahfud.

Saat ini, terang Mahmud, ia tengah menemani perempuan asal Sukabumi, bernama Desy, yang diberangkatkan orang yang mengaku bekerja di PJTKI: May dan Rizal. Desy dijanjikan diberangkatkan ke Singapura dengan gaji Rp3,5 juta per bulan. Kenyataanya, Desy justru tidak diberangkatkan ke Singapura melainkan ke Malaysia. Tanpa digaji selama tujuh bulan. Beruntung, ia dapat melarikan diri. “Kami mendengar Rizal sekarang memiliki PJTKI di Depok. Makanya kita lapor ke Polresta Depok untuk segera menangkap Rizal. Bila hal itu tidak dilakukan akan banyak lagi jatuh korbannya,” kata dia.

Dia menuturkan, sebelum di berangkatkan ke Malaysia, Desy tinggal di kediaman May, berlokasi di Jakarta Timur. Namun, saat ini rumah tersebut dalam keadaan kosong. “Kita sudah ke rumah May. Rumahnya sudah kosong,” kata Mahfud.

Sementara itu, Desy sebagai korban pelapor, meminta Polresta Depok segera menangkap Rizal. Hal itu dilakukan sebagai upaya agar tidak lagi ada orang yang menjadi korban kedua pasangan penjual manusia itu. “Saya berharap laporan saya ditindak lanjuti Kanit PPA Polresta Depok,” kata perempuan kelahiran Sukabumi, 18 Juli 1993 itu.

Desy menuturkan, awalnya ia merupakan siswi kelas II, SMK 2 Bina Bangsa. Ia memutuskan tidak melanjutkan sekolah karena termakan iming-imingi mendapatkan penghasilan besar bila kerja di luar negeri oleh Ibu May. “Bu May bilang saya akan diberangkan kan ke Singapura, mendapatkan gaji Rp3,5 juta per bulan,” katanya.

Warga Kampung Pamayon II, RT019/RW005, Desa Pasir Pisirpis, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi itupun mendapatkan kemudahan mengurus segala administrasi keberangkatannya keluar negeri. Tidak sampai satu bulan, ia langsung mendapatkan paspor dengan No Paspor AN 605987. “Bukannya diberangkatkan ke Singapura, saya malah diberangkatkan ke Malaysia. Saya langsung tinggal di kediaman majikan saya bernama Ho Meng dan Chan Lee Fung,” ujarnya.

Perubahan negara itu ternyata memiliki dampak terhadap pekerjaan Desy. Ia tidak hanya bekerja sebagai pembantu di rumah Homeng dan Chan Lee Fung. Dia juga dipekerjakan di kebun milik keluarga itu. “Bukannya mendapat gaji, ia malah sering mendapat caci maki dari sang majikan. Bahkan gajinya tidak dibayar selama tujuh bulan,” ujar Desy.

Karena tidak pernah mendapatkan gaji dan seringkali menjadi sasaran caci maki, sekalipun sudah bekerja dengan baik. Desy memutuskan untuk kabur dari rumah majikannya itu. Sewaktu Homeng dan Chan Lee Fung berangkat ke Malaka, ia pun memutuskan kabur. Beruntung sesampainya di Negeri Sembilan dara manis itupun mendapat pertolongan orang Indonesia yang telah menjadi warga negara Malaysia. “Saya tinggal di Negeri Sembilan, saya pun menelepon bibi saya. Bibi saya pun meminta bantuan LSM ini. Saya dipulangkan naik sampan dari Johor Baru ke Batam,” ceritanya.

Dia berharap peristiwa pahit yang dialaminya itu tidak terjadi lagi pada anak-anak di bawah umur seperti dirinya. Waktu berangkat ke Malaysia, usianya baru menginjak angka 16 tahun. Dia pun berharap pemerintah mau mengurus gajinya di Malaysia. “Saya berharap gaji saya dibayarkan majikan saya itu. Saya sudah bekerja dari pagi sampai siang, harusnya gaji saya tetap dibayar,” kata Desy penuh harap.

0 komentar: