Selasa, 23 November 2010

Kasus PNS Gugat Cerai Marak di Depok


DEPOK, Kendati Kota Depok dipimpin oleh orang yang memahami nilai-nilai spiritual atau agama, tidak dapat menjamin tingkat angka percerian di dalam birokrasi itu sendiri redah. Buktinya, Pengadilan Agama Kota Depok tengah menangani puluhan kasus perceraian Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. “Kasus PNS mengajukan perceraian jumlahnya mencapai puluhan. Menurut data tahun 2009, kasusnya mencapai 45 kasus. Yang diputus sendiri baru 7 kasus. Sekarang sedang kita lanjutkan,” kata Wakil Ketua Pengadilan Agama Kota Depok, Abdul Haris, Selasa (23/11)

Ketentuan tentang perkawinan yang berlaku bagi PNS itu sendiri, diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 tahun 1983 jo PP No. 45 tahun 1990, serta surat edaran Kepala BAKN No. 08/SE/1983 jo surat edaran Kepala BAKN No.48/SE/1990 tentang Perkawinan dan Perceraian bagi PNS. “Kasus cerai talak berjumlah 14 kasus. Cerai talak diajukan pihak laki-laki. Sedangkan kasus cerai gugat mencapai angka 31 kasus. Kasus cerai gugat diajukan pihak perempuan,” kata Abdul Haris.

Adapun ketentuan tentang perkawinan yang berlaku bagi seluruh warga dan penduduk Indonesia diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 tahun 1974 dan PP No.9 tahun 1975. Untuk kasus Depok, kata Abdul Haris, jumlah kasus perceraian di tahun 2009 mencapai angka 2404, yang diselsaikan 1819. “Masih terdapat sisa 584 kasus. Sisa kasus tersebut dilanjutkan ke tahun 2010,” katanya.

Dia menambahkan, sampai bulan Oktober 2010, jumlah kasus perceraian yang ditangani pengadilan mencapai angka 649. “Angka ini sudah menjadi satu dengan angka tahun 2009,” kata Abdul Haris.
Abdul Haris merinci lebih jauh, untuk kasus cerai gugat di tahun 2009 mencapai angka 923 kasus, dan cerai talak 400 kasus. Sedangkan di bulan Oktober 2010, untuk kasus cerai gugat 135 kasus dan cerai talak 53 kasus. “Sisanya aneka ragam kasus: penetapan waris, izin poligami, perwalian, pengasuhan anak, pembatalan perkawinan, harta bersama, wali adol, wasiat, dan dispensasi,” katanya.

Selain itu, kata dia, pengadilan juga mencatat 215 perkara yang dicabut pihak berpekara. Sebanyak 9 ditolak pengadilan, 36 kasus tidak diterima, dan 93 kasus gugur. “Jadi tidak semua perkara diterima pengadilan. Kita juga mempertimbangkan sisi hukum yang berlaku di Indonesia,” kata Abdul Haris.

Dia juga membantah dengan keras kalau pengadilan menyediakan ataupun menunjuk pengacara bagi mereka-mereka yang tengah berperkara. “Kita tidak menyediakan pengacara atau pun menunjuk pengacara,” katanya.
Mengenai faktor penyebab banyaknya masyarakat yang melakukan perceraian, Abdul Haris mengatakan, menurut pengalamannya faktor perceraian disebabkan masalah ekonomi. “Banyak kasus disebabkan faktor ekonomi,” kata dia.

Sementara itu, di aula Pengadilan Agama terlihat puluhan pria dan wanita duduk berkumpul menunggu dipanggil untuk melakukan persidangan. Salah satu orang yang menunggu panggilan persidangan yakni Maryanah (35). Dia mengaku menggugat suaminya lantaran ketawan berselingkuh. “Suami saya berselingkuh, makanya saya minta cerai,” katanya malu-malu.

0 komentar: