DEPOK, Kebijakan pemerintah Indonesia memberi ruang bebas bagi perusahaan minyak asing masuk ke Indonesia dimanfaatkan Cina dengan baik. Negara itu telah berekspansi di bidang minyak dan gas bumi dengan mengelola sumber alam Indonesia melalui anak perusahaan National Oli Company (NOC). “Cina mengandalkan tiga NOC utama mereka, antara lain CNPC melalui Petro China Company Ltd dengan bendera Petro China Int Indonesia Ltd., CNOOC melalui bendera CNOOC SES Ltd., serta Sinopec,” kata Tirta N Mursitama pada acara bedah buku Strategi Tiga Naga di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Depok, Senin (29/11).
Menurut Tirta, Cina sesungguhnya memiliki kebijakan energi sendiri, yang mampu mendorong perusasaan minyak negaranya untuk melakukan ekspansi ke luar negeri. “Salah satunya adalah Indonesia,” kata dia.
Dia menambahkan, ekspansi dilakukan untuk mengamankan cadangan pasar minyak lokal mereka. Ia mengatakan, seharusnya langkah Cina itu patut di contoh Indonesia. Dimana, kata dia, BUMN Cina didorong untuk melakukan ekspansi ke negara-nega yang memiliki kandungan energi tinggi. “Indonesia dapat belajar dari Cina untuk satu hal ini,” kata Tirta.
Yang tidak kalah penting, sambung Tirta, Cina memiliki sistem perlindungan dan dukungan yang kuat untuk berekspansi. Ironisnya, Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam melimpah tidak memiliki langkah nyata seperti Cina. Indonesia, ujar Tirta, hanya pintar membuat rencana yang baik, namun tidak secara nyata diterapkan. “Secara normatif Indonesia memiliki aturan yang baik, tetapi nyatanya tidak ada realisasi dari aturan tersebut,” kata dosen Hubungan Internasional UI ini.
Gross National Product (GNP) Cina pada 1979-1991 mencapai 9,3 persen per tahun, sedangkan pertumbuhan dunia hanya 2,8 persen dan Asia hanya 5,5 persen. Kemajuan pesat Cina menjadikan Cina sebagai negara importir minyak pada tahun 1993. Padahal, semenjak 1959-1992, Cina merupakan negara eksportir minyak kendati komoditas ini tidak menjadi prioritas utama eskpornya. Industri minyak Cina dimulai sejak ditemukannya ladang minyak Daqing tahun 1959. Sebelum tahun 1992, produksi minyak di ladanga Daqing mempu memenuhi kebutuhan minyak Cina. Setelah Daqing, Cina kemudia menemukan oil basin yang cukup besar di Laut Cina Selatan dan Teluk Bohai tahun 1979. “Sebelum tahun 1992, industri minyak Cina lebih diarahkan untuk menyokong pembangunan dan perluasan industri dalam negeri,” kata Tirta.
Yang membedakan Indonesia dengan Cina, kata Tirta, adalah perbedaan posisi antara kedua negara tersebut. Menurut dia, posisi Indonesia dinilai sangat lemah. “Indonesia tidak memiliki leadership yang tegas seperti Cina,” ujar Tirta.
Cina, sambung dia, sangat tenang menanggapi tekanan yang datang dari luar. Hal itu dikarenakan kebijakan dan arah strategi Cina sangat jelas dan kuat. “Sedangkan Indonesia tidak memiliki hal itu. Jangankan strategi, arahnya kemana saja tidak jelas,” kata Tirta.
Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Sosiolog FISIP UI, Prof F. Erry Seda. Menurutnya, kapasitas institusional pemerintah Indonesia masih lemah. “Untuk itu, pemerintah perlu membenahi hal tersebut,” kata dia.
Menurut dia, Cina percaya mampu menguasai minyak dunia sebagai kepentingan strategisnya. “Strategi industri minyak bukan pada penetuan harga, melainkan bagaiman menguasai sumber daya alam dan keamanan rute,” kata Erry.
Senin, 29 November 2010
Cina Kuasai Minyak dan Gas Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar