Kamis, 04 November 2010

BPN Depok Sikapi 339 Kasus Sengketa Tanah


DEPOK, Permintaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjadi garda terdepan pengaturan dan penertiban masalah pertanahan, terutama kasus sengketa kepemilikan pertanahan disikapi dengan sigap oleh Kepala BPN Kota Depok, Syafriman. "Masalah sengketa tanah di Kota Depok menempati peringkat tertinggi di Jawa Barat. Dari 821 kasus sengketa tanah yang terjadi di Jawa Barat, 339 berada di Kota Depok," kata Syafirman, Kamis (4/10).

Menurut Syafirman, kasus sengketa tanah di Kota Depok kebanyakan disebabkan ketidak jelasan status tanah yang dimiliki masyarakat. Menurutnya, ada tiga jenis kasus sengketa tanah yakni sengketa batas, pengalihan ahli waris, dan okupasi atau pengambilalihan lahan. Sebagian besar kasus sengketa tanah tersebut berada di Kecamatan Limo, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Cimanggis. "Terjadinya kasus sengketa tanah kebanyakan terjadi di tiga kecamatan itu," katanya.

Ia mengatakan, sekalipun grafik sengketa tanah di Kota Depok masih tinggi, ia tetap berupaya sekuat tenaga menangani berbagai persoalan tanah yang ada di masyarakat Kota Depok. BPN Depok menerapkan sistem transparansi, akuntabel dan sustainable dalam melayani masyarakat. "Depok tidak pernah sepi dari persoalan sengketa tanah. Salah satu sebabnya yaitu menyangkut sistem administrasi pertanahan yang merupakan warisan permasalahan yang ditinggalkan oleh penjajah. Setelah mereka hengkang ke negeri asalnya, di Indonesia berlaku lebih dari satu hukum tanah," katanya.

Kepala Tata Usaha BPN Kota Depok, Amin Arsyad melihat banyaknya pelaporan kasus sengketa tanah ke BPN berarti semakin banyak masyarakat yang mempercayakan penyelesaian kasus tersebut kepada BPN Kota Depok. Ia memaparkan, selama 10 bulan terakhir, kata dia, pihaknya mengklaim tidak pernah menerima pengaduan atas buruknya pelayanan BPN Kota Depok. "Jika masyarakat merasa dipersulit dalam mengurus kasus sengketa tanah di BPN Kota Depok, dapat melapor pada nomor pengaduan BPN," kata dia.

Di lokasi berbeda, Koordinator Koalisi LSM Gerakan Masyarakat Peduli Aset Negara (Gempar), Hotler Situmorang menuding di lembaga BPN kerap terjadinya pungutan liar (pungli) yang meresahkan masyarakat. "Pungli terjadi pada pengurusan surat-surat kepemilikan sertifikat tanah di BPN Kota Depok. Pungli tersebut dibebankan kepada masyarakat mencapai 20 kali lipat dari harga atau tarif resmi," katanya.

Hotler mengatakan, dari investigasi yang dilakukan pihaknya, dalam mengurus sertifikat tanah, balik nama, ukur ulang, peningkatan Hak Guna Bangunan (HGB) dan sengketa tanah sangat berbelit-belit dan melelahkan. Bahkan dalam pengurusan dokumen sertifikat tanah, lanjutnya, sengaja diperlambat agar masyarakat memberikan retribusi yang besar kepada oknum pejabat di BPN Kota Depok. "Kami minta kepala BPN mundur dari jabatannya," kata dia.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

???