DEPOK, Pemerintah dinilai kurang memberikan perhatian dan dukungan terhadap pelestarian naskah nusantara. Sehingga banyak naskah-naskah kuno jatuh ketangan lembaga asing ataupun negara lain. Bila hal itu dibiarkan terus menerus maka sudah pasti akar budaya bangsa Indonesia akan tercerabut, dan generasi muda bangsa Indonesia kelak kehilangan identitas budayanya. "Pemerintah kurang memberikan perhatian dan dukungan baik dalam segi pendanaan maupun perhatian terhadap pelestarian naskah itu sendiri. Hal itu menyebabkan banyak peneliti naskah mencari dana ke lembaga-lembaga asing," kata Prof Dr Titik Pudjiastuti usai dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI), Rabu (3/11).
Titik bercerita, pada akhir tahun lalu, ia bersama seorang rekan dari Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI mengunjungi salah satu rumah koleksi buku-buku tua di daerah Tanggerang. Kebetulan, kata dia, rekannya tersebut mendapat tugas dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengecek keaslian naskah lama tulisan tangan berhuruf Jawa berjudul Serat Centhini yang dijual dengan harga Rp2,5 miliar. Menurut temannya itu, kata Titik, ia mengetahui masalah penjualan naskah tersebut dari seorang yang mengirim informasi kepada menteri melalui layanan pesan singkat. "Ketika kami berhasil bertemu dengan kolektor naskah tersebut, si penjual mengatakan kepada kami bahwa pada hari itu, harga jual Serat Centhini koleksinya itu telah dinaikkan menjadi Rp3 miliar. Ketika saya diizinkan untuk melihat dan membaca secara selintas, saya ketahui dari kolofonnya bahwa nashkan tersebut selesai di salin tahun 1926. Dari sana timbul pertanyaan apakah sesungguhnya naskah lama itu, salinannya saja dapat dihargai sedemikian elok," katanya.
Titik mengatakan, naskah nusantara merupakan pintu masuk kedalam hutan pernaskahan nusantara. Seorang peneliti akan dapat mengetahui apa dan bagaimana naskah yang menjadi objek penelitiannya. Kalau pemerintah dan lembaga-lembaga nasional kurang mendukung terhadap pelestarian naskah nusantara, menyebabkan banyak peneliti naskah harus mencari dana ke lembaga-lembaga asing. "Ini suatu hal yang sangat memprihatinkan, naskah-naskah nusantara adalah milik bangsa Indonesia, di dalamnya terkandung kekayaan moral bangsa Indonesia, tetapi yang lebih memperhatikan dalam menjaga pelestarian adalah bangsa asing," katanya.
Dia menambahkan, hal yang lebih memperhatinkan lagi, akibat ketidak pedulian pemerintah pada naskah nusantara banyak pemilik naskah rela harta pusakanya dijual kepada orang asing. Mereka tidak sadar dengan menjual naskah berarti mereka juga telah menjual identitas budayanya. "Bila ini dibiarkan tanpa ditangani secara serius, maka bangsa Indonesia akan kehilangan akar budaya. Semoga hal itu tidak pernah terjadi," kata Titik.
Titik mengatakan, beberapa naskah dari Provinsi Sumatera seperti Riau dan Nanggroe Aceh Darussalam telah dimiliki Negara Malaysia. Bahkan, naskah-naskah asal Kalimantan telah jatuh ke tangan orang Malaysia. "Malaysia paling rajin membeli naskah-naskah kuno milik bangsa kita," katanya.
Rabu, 03 November 2010
Pemerintah Dinilai Kurang Peduli Terhadap Naskah Nusantara
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar