DEPOK, Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok dalam menjalankan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 16 Oktober lalu menuai kritik dari banyak pihak. Baik itu tim sukses pasangan calon wali kota dan wakil wali kota, aktivis pro demokrasi, dan lembaga pemantau pilkada. Bahkan, Panitia Pengawas Pilkada (Panwaslu) Depok menilai KPU tidak profesional menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga negara. KPU memiliki kecenderungan menapikkan aturan yang berlaku dalam penyelenggaraan pilkada. "Saya melihat KPU tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Banyak bukti yang menunjukan KPU tidak profesional," kata Ketua Divisi Penanganan dan Tindak Lanjut Pelanggaran Panwaslu Depok, Sutarno, Rabu (27/10).
Tarno mengatakan, indikasi ketidak profesionalan KPU dalam menjalankan pilkada terlihat dalam banyak kasus; perubahan jadwal tanpa melakukan sosialisasi, menjalankan tahapan pilkada tidak sesuai aturan yang berlaku, dan kurang melakukan sosialisasi waktu penyelenggaraan pilkada. Ia menambahkan, Berdasarkan laporan Panwas tingkat kecamatan, banyak sekali perbaikan yang harus diubah pada tubuh lembaga penyelenggara pemilu itu. "KPU perlu dievaluasi untuk kebaikan bersama," katanya.
Tarno mengatakan, pelanggaran dan kesalahan yang fatal dilakukan KPU Depok menjalankan tahapan penyelenggaraan pilkada tidak sesuai aturan. Seingat dia, KPU dua kali melakukan revisi agenda KPU tanpa melakukan sosialisasi terlebih dahulu pada pasangan calon maupun tim sukses. Akibatnya, banyak dari mereka yang tidak mengetahui agenda inti. "Coba saja lihat, jadwal tahapan pilkada saja mengalami revisi dua kali. Itupun tanpa sepengetahuan kami dan tim sukses. Wajarlah kalau diprotes banyak pihak," katanya.
Ia mengatakan, sosialisasi penyelenggaraan pilkada tidak dilakukan dengan baik. Buktinya, banyak warga masyarakat Depok yang tidak mengetahui waktu pelaksanaan pilkada 16 Oktober lalu. Animo pemilih di TPS, imbuhnya, sangat rendah, hanya sampai pada 50 persen pemilih. Bukan hanya itu saja, lanjutnya, dalam penyediaan logistic seperti kotak suara juga ditemui banyak masalah. "Itu kan parah, animo masyarakat sangat rendah dalam memilih. Kalau dilihat, angkanya hanya 50 persen, artinya partisipasi pemilih redah," kata Tarno.
Tarno mengatakan, pihaknya tengah mempersiapkan diri untuk menjadi saksi gugatan pilkada yang diajukan tiga pasangan calon; Gagah Sunu Sumantri-Derry Drajat, Yuyun Wirasaputra-Pradi Supriatna, dan Badrul Kamal-Agus Spuprianto ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengatakan, dirinya sedang mengerjakan catatan dan data mengenai pelanggaran dan kesalahan KPU. "Kita sedang menyiapkan bukti-bukti untuk menjadi saksi di MK," katanya.
Semetara itu, Penanggung jawab divisi teknis penyelenggara pemilu KPU Kota Depok, Impi Khani Badjuri, membantah kritikan yang ditujukan pada lembaganya itu. Menurutnya, KPU Depok sudah berbuat sesuai dengan aturan dan berjalan dengan baik. "Sekarang ini, kita sudah bisa nyantai. Saya merasa senang, tahapan dan jadwal pilkada sudah kita lalui dengan baik. Pastinya, tanggal 26 Januari nanti sudah ada wali kota Depok. Kalau ada yang mau gugat, ya itu silahkan saja," kata Imphi layaknya seorang Ketua DPRD Depok.
Rabu, 27 Oktober 2010
Panwaslu Nilai KPU Tidak Profesional
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar