DEPOK, Puluhan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) Kota Depok kembali mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Kota Depok karena menilai Kepala Kejaksaan Zulkifli Siregar loyo. Mereka meminta Kejaksaan Agung Republik Indonesia menindak tegas aparatnya yang loyo. Padahal, persidangan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) di Pengadilan Negeri (PN) Depok semakin menguak lebar keterlibatan Wali Kota Nur Mahmudi Ismail sebagai aktor utama dibalik perkara korupsi yang telah merugikan negara Rp800 juta. "Kami minta Kejaksaan Agung menindak tegas kepala kejaksaan Depok yang bermain-main dalam perkara korupsi bansos. Zulkifli diduga menjadi loyo karena mendapat bantuan mobil operasional," kata dinamisator lapangan aksi Koalisi LSM & Ormas Bongkar Tuntas Bansos Gate, Kasno, di kantor Kejaksaan Negeri, Rabu (25/8).
Kasno mencatat dalam setiap kali persidangan selalu terkuak fakta dan pengakuan terbaru dari keterangan para saksi. Pertama, mengenenai terbitnya Surat Keterangan (SK) Wali Kota Depok sebanyak dua kali dengan materi berbeda. SK pertama bernomor;216/2008 tentang Bantuan Alat Kesehatan. SK kedua nomor 16/2009 tentang Bantuan Keuangan Bagi Alat Kesehatan. "Terbitnya dua SK tersebut terungkap dari keterangan saksi, diantaranya Siti Khodijah dan Dede Gempar mantan bendahara umum sekretaris daerah (Sekda) pada Sekretariat Daerah," katanya.
Selanjutnya, kata Kasno, terungkapnya fakta besar bahwa SK Wali Kota telah mendahului rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Mien Hartati prihal permintaan bantuan alat kesehatan (alkes) sebagai bantuan sosial keuangan dari APBD Jawa Barat. "Seharusnya fakta persidangan dijadikan acuan buat kejaksaan untuk memanggil dan memeriksa wali kota. Sangat menyedihkan ketika melihat kepala kejaksaan seperti tutup mata dan telinga terhadap fakta persidangan," ujarnya.
Pada Senin (23/8) saksi ahli Guru Besar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr. Philipus M Hadjon SH, menilai tersangka Mien sesungguhnya tidak layak dijadikan tersangka karena dirinya hanya menjalankan perintah atasan. "Yang seharusnya bertanggungjawab kasus ini adalah Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail," terangnya di muka persidangan.
Ia mengatakan, pengadilan harus melihat secara jeli aturan main dalam birokrasi. Pada saat itu Mien hanya menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok. Menjadi bawahan dari Wali Kota Nur Mahmudi Ismail. "Yang seharusnya bertanggungjawab ya wali kota," ujar Philipus.
Dalam aksinya, puluhan aktivis itu melemparkan sampah sayuran busuk seperti tomat, kol, cabe, sawi, dan telor busuk ke dalam area kantor kejaksaan. Lantaran Kepala Kejaksaan Zulkifli tidak juga muncul menemui mereka, para pendemo pun melemparkan kepala kambing ke dalam kantor. "Kepala kambing sebagai simbol perlawanan masyarakat Depok terhadap Kepala Kejaksaan Depok yang hanya suka mengembek kepada wali kota," ucap Rahman Tiro.
Kasno mencatat dalam setiap kali persidangan selalu terkuak fakta dan pengakuan terbaru dari keterangan para saksi. Pertama, mengenenai terbitnya Surat Keterangan (SK) Wali Kota Depok sebanyak dua kali dengan materi berbeda. SK pertama bernomor;216/2008 tentang Bantuan Alat Kesehatan. SK kedua nomor 16/2009 tentang Bantuan Keuangan Bagi Alat Kesehatan. "Terbitnya dua SK tersebut terungkap dari keterangan saksi, diantaranya Siti Khodijah dan Dede Gempar mantan bendahara umum sekretaris daerah (Sekda) pada Sekretariat Daerah," katanya.
Selanjutnya, kata Kasno, terungkapnya fakta besar bahwa SK Wali Kota telah mendahului rekomendasi Kepala Dinas Kesehatan Mien Hartati prihal permintaan bantuan alat kesehatan (alkes) sebagai bantuan sosial keuangan dari APBD Jawa Barat. "Seharusnya fakta persidangan dijadikan acuan buat kejaksaan untuk memanggil dan memeriksa wali kota. Sangat menyedihkan ketika melihat kepala kejaksaan seperti tutup mata dan telinga terhadap fakta persidangan," ujarnya.
Pada Senin (23/8) saksi ahli Guru Besar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Prof. Dr. Philipus M Hadjon SH, menilai tersangka Mien sesungguhnya tidak layak dijadikan tersangka karena dirinya hanya menjalankan perintah atasan. "Yang seharusnya bertanggungjawab kasus ini adalah Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail," terangnya di muka persidangan.
Ia mengatakan, pengadilan harus melihat secara jeli aturan main dalam birokrasi. Pada saat itu Mien hanya menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok. Menjadi bawahan dari Wali Kota Nur Mahmudi Ismail. "Yang seharusnya bertanggungjawab ya wali kota," ujar Philipus.
Dalam aksinya, puluhan aktivis itu melemparkan sampah sayuran busuk seperti tomat, kol, cabe, sawi, dan telor busuk ke dalam area kantor kejaksaan. Lantaran Kepala Kejaksaan Zulkifli tidak juga muncul menemui mereka, para pendemo pun melemparkan kepala kambing ke dalam kantor. "Kepala kambing sebagai simbol perlawanan masyarakat Depok terhadap Kepala Kejaksaan Depok yang hanya suka mengembek kepada wali kota," ucap Rahman Tiro.
0 komentar:
Posting Komentar