DEPOK, Anggota DPRD Kota Depok melihat Wali Kota Nur Mahmudi Ismail tidak fokus menjalankan roda pemerintahan. Pasalnya, realisasi semester I Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2010 tercatat tidak berjalan secara optimal. Banyak program di dinas-dinas tidak sesuai dengan Kebijakan Umum Anggaran 2010 yang sudah ditetapkan sebelum pembahasan RAPBD 2010 dilakukan. Makanya, incumbent diminta mundur untuk lebih fokus menjalankan kampanye pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) ketimbang dirinya tidak fokus menjalankan tugas utamanya sebagai abdi negara. "Wali Kota Nur Mahmudi Ismail tidak fokus menjalankan tugasnya sebagai abdi negara, sehingga banyak dinas tidak menjalankan programnya sesuai APBD. Saya minta sebaiknya wali kota mundur," kata anggota DPRD Kota Depok Fraksi Partai Demokrat (FPD) Jeanne Noveline Tedja, Rabu (25/8).
Pengunduran diri itu, kata Jeanne, juga dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan jabatan dan menjaga agar tidak terjadi tindakan kecurangan dalam pelaksanaan pemilukada. Pengunduran diri calon incumbent dari jabatannya akan memberikan persaingan positif dengan calon wali kota lainnya. "Jika mau fair, incumbent sebaiknya harus mundur," kata dia.
Sebagai anggota Badan Anggaran DPRD Kota Depok, terang Jeanne, ia sangat sedih melihat realisasi semester I APBD Kota Depok 2010. Pada pembahasan evaluasi semester I yang baru lalu, sangat jelas terlihat bahwa program-program yang diajukan pada APBD 2010 belum berjalan optimal. Banyak program di dinas-dinas tidak sesuai dengan Kebijakan Umum Anggaran 2010. Ia mencontohkan Dinas Pendidikan dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) tertulis bahwa Dinas Pendidikan akan meningkatkan pelayanan fasilitas pendidikan. Dalam hal ini meningkatkan sarana prasarana pendidikan seperti pembangunan dan renovasi sekolah. Namun, kata dia, dalam realisasi sampai bulan Juli 2010 ini belum ada satupun pembangunan ataupun rehabilitasi sekolah berjalan. "Saya pesimis hal ini dapat direalisasikan mengingat pada semester kedua tentunya wali kota akan sibuk dengan pemilukada. Disamping libur lebaran dan musim penghujan yang sudah datang yang akan menyebabkan tidak maksimalnya pembangunan ataupun rehabilitasi sekolah berjalan," ujar wanita berjilbab itu.
Jeanne mengatakan, hal sama juga terjadi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dimana program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK ) yang memudahkan masyarakat dalam mengurus pembuatan KTP, KK dan Akte Kelahiran degan cara online disetiap kelurahan belum berjalan dengan alasan gagal lelang. Padahal, kata dia, bila program ini berjalan, masyarakat akan senang. "Visi wali kota untuk menjadikan Kota Depok yang melayani hanya isapan jempol belaka," kata dia.
Mengenai mundurnya incumbent sebagai pejabat wali kota, ucap Jeanne, memang telah dihapuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebelumnya, pada UU No 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah, para gubernur/walikota/bupati yang maju kembali atau maju di tempat lain mengajukan pengunduran diri dari jabatannya paling lambat 14 hari sebelum pendaftaran. Namun kemudian MK melalui keputusannya, nomor 17/PUU-6/2008 menyatakan para incumbent tidak perlu mundur, atau cukup mengajukan cuti selama kampanye. "Hal itu sangat disayangkan, karena bila tidak mundur, muncul berbagai tudingan negatif terhadap calon incumbent. Incumbent merupakan penguasa anggaran daerah (APBD) di pemerintah daerah, dalam hal ini di Kota Depok. Kita harus melihat keadilan bagi calon yang lain. Bila tidak mundur, akan sangat jelas bahwa incumbent akan sangat diuntungkan, karena dengan alasan sosialisasi bisa menggunakan bermacam-macam sarana yang dibiayai APBD," kata dia.
Hal senada juga diutarakan anggota DPRD Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Isdayanti. Menurutnya, perdebatan terhadap Putusan MK Nomor 17/ PUU-VI/2008 masih debatebel. Namun, dalam Surat Mendagri Nomor 188.2/2302/SJ diatur, bahwa walaupun tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya, incumbent tidak boleh menggunakan fasilitas daerah dan negara seperti rumah dan mobil dinas untuk kepentingan pencalonan. "Incumbent juga wajib untuk menjaga netralitas pegawai negri sipil agar penyelenggaraan pemerintahan di daerah tetap berjalan efektif dan efisien.
Dalam RUU Pemilukada juga mengatur bahwa satu tahun sebelum Pemilukada, incumbent tidak boleh membuat kebijakan yang populis tetapi dananya dari APBD," tandasnya.
Pengunduran diri itu, kata Jeanne, juga dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan jabatan dan menjaga agar tidak terjadi tindakan kecurangan dalam pelaksanaan pemilukada. Pengunduran diri calon incumbent dari jabatannya akan memberikan persaingan positif dengan calon wali kota lainnya. "Jika mau fair, incumbent sebaiknya harus mundur," kata dia.
Sebagai anggota Badan Anggaran DPRD Kota Depok, terang Jeanne, ia sangat sedih melihat realisasi semester I APBD Kota Depok 2010. Pada pembahasan evaluasi semester I yang baru lalu, sangat jelas terlihat bahwa program-program yang diajukan pada APBD 2010 belum berjalan optimal. Banyak program di dinas-dinas tidak sesuai dengan Kebijakan Umum Anggaran 2010. Ia mencontohkan Dinas Pendidikan dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) tertulis bahwa Dinas Pendidikan akan meningkatkan pelayanan fasilitas pendidikan. Dalam hal ini meningkatkan sarana prasarana pendidikan seperti pembangunan dan renovasi sekolah. Namun, kata dia, dalam realisasi sampai bulan Juli 2010 ini belum ada satupun pembangunan ataupun rehabilitasi sekolah berjalan. "Saya pesimis hal ini dapat direalisasikan mengingat pada semester kedua tentunya wali kota akan sibuk dengan pemilukada. Disamping libur lebaran dan musim penghujan yang sudah datang yang akan menyebabkan tidak maksimalnya pembangunan ataupun rehabilitasi sekolah berjalan," ujar wanita berjilbab itu.
Jeanne mengatakan, hal sama juga terjadi di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dimana program Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK ) yang memudahkan masyarakat dalam mengurus pembuatan KTP, KK dan Akte Kelahiran degan cara online disetiap kelurahan belum berjalan dengan alasan gagal lelang. Padahal, kata dia, bila program ini berjalan, masyarakat akan senang. "Visi wali kota untuk menjadikan Kota Depok yang melayani hanya isapan jempol belaka," kata dia.
Mengenai mundurnya incumbent sebagai pejabat wali kota, ucap Jeanne, memang telah dihapuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebelumnya, pada UU No 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan daerah, para gubernur/walikota/bupati yang maju kembali atau maju di tempat lain mengajukan pengunduran diri dari jabatannya paling lambat 14 hari sebelum pendaftaran. Namun kemudian MK melalui keputusannya, nomor 17/PUU-6/2008 menyatakan para incumbent tidak perlu mundur, atau cukup mengajukan cuti selama kampanye. "Hal itu sangat disayangkan, karena bila tidak mundur, muncul berbagai tudingan negatif terhadap calon incumbent. Incumbent merupakan penguasa anggaran daerah (APBD) di pemerintah daerah, dalam hal ini di Kota Depok. Kita harus melihat keadilan bagi calon yang lain. Bila tidak mundur, akan sangat jelas bahwa incumbent akan sangat diuntungkan, karena dengan alasan sosialisasi bisa menggunakan bermacam-macam sarana yang dibiayai APBD," kata dia.
Hal senada juga diutarakan anggota DPRD Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Isdayanti. Menurutnya, perdebatan terhadap Putusan MK Nomor 17/ PUU-VI/2008 masih debatebel. Namun, dalam Surat Mendagri Nomor 188.2/2302/SJ diatur, bahwa walaupun tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya, incumbent tidak boleh menggunakan fasilitas daerah dan negara seperti rumah dan mobil dinas untuk kepentingan pencalonan. "Incumbent juga wajib untuk menjaga netralitas pegawai negri sipil agar penyelenggaraan pemerintahan di daerah tetap berjalan efektif dan efisien.
Dalam RUU Pemilukada juga mengatur bahwa satu tahun sebelum Pemilukada, incumbent tidak boleh membuat kebijakan yang populis tetapi dananya dari APBD," tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar