Depok | Jurnal Nasional
Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok, Winwin Winantika dipastikan maju sebagai saksi dalam perkara korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos). Winwin maju bersama 16 saksi lainnya yang dipersiapkan
tim penuntut umum Kejaksaan Negeri Kota Depok. Ditambah pula surat pemeriksaan BPKP yang menyatakan adanya kecurigaan penggunaan anggaran Bansos. Ketua tim jaksa penuntut umum, Rohim menegaskan keterlibatan Winwin memang sebatas pejabat yang dianggap mengetahui kasus tersebut. Namun
dapat pula terlibat, jika bukti lain yang mengarahkan pada dirinya. "Kita memang bakal panggil Winwin sebagai saksi dalam kasus ini. Keterangannya sangat penting untuk menguatkan hasil dakwaan jaksa," ujar dia di kantornya, Rabu (16/6).
Menurut Rohim, keterangan Winwin dapat menjadi kunci untuk mengungkapkan posisi kasus sebenarnya. Keterangannya di pengadilan tentu dapat menjadi fakta persidangan yang menguatkan dugaan korupsi tersebut. Sehingga pelaku dapat dikenakan sanksi. Bahkan, lanjut dia, tak menutup kemungkinan adanya pelaku lain dalam kasus tersebut. Alasannya, jabatan Winwin sebagai Sekretaris Daerah
tentu sangat strategis. Setidaknya mengetahui persis pengucuran anggaran dan penggunaannya. "Saya berharap saksi penting ini bisa hadir. Makanya saya berusaha memanggil Sekda dan Kadis Kesehatan di pengadilan nanti," tegasnya.
Disebutkan Rohim persidangan kasus Bansos yang melibatkan mantan Kepala Dinas Kesehatan, Mien Hartati dan pengusaha, Yusuf Effendi digelar perdana 21 Juni di Pengadilan Kota Depok. Dengan agenda
pembacaan dakwaan. Rohim menambahkan kedua terdakwa itu dijerat pasal 2-3 UU 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Kedua terdakwa disidangkan secara terpisah. "Kasusnya kan kita split, agar mempemudah pengungkapan kasusnya," kata Rohim.
Ketua Pengadilan Negeri Kota Depok, Dwiarso Budi Santiarto membenarkan jadwal persidangan kasus korupsi Bansos sudah ada. Majelis hakimnya pun sudah disiapkan.
Disebutkan Dwiarso persidangan itu dipimpin oleh Prim Hariyadi bersama dua hakim anggota, Syahri Adami dan Daryanto. Dua kasus tersebut disidangkan secara bersamaan. Namun majelis hakimnya tidak ada perubahan. Terkait pengamanan persidangan, Dwiarso tidak terlalu mengkhawatirkan.
Kendati kasus Bansos ini merupakan kasus korupsi kedua yang digelar PN Kota Depok. "Kita libatkan polisi untuk pengamanan. Tapi itu tidak terlalu besar. Hanya untuk mengamankan proses saja," terangnya.
Kasus korupsi Bansos ini bernilai Rp. 87 miliar. Anggaran yang dikucurkan untuk bidang kesehatan sebesar Rp. 800 juta. Dana tersebut digunakan untuk pengadaan alat kesehatan di empat rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan BPKP diketahui terdapat kerugian negara sebesar Rp 132 juta.
Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok, Winwin Winantika dipastikan maju sebagai saksi dalam perkara korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos). Winwin maju bersama 16 saksi lainnya yang dipersiapkan
tim penuntut umum Kejaksaan Negeri Kota Depok. Ditambah pula surat pemeriksaan BPKP yang menyatakan adanya kecurigaan penggunaan anggaran Bansos. Ketua tim jaksa penuntut umum, Rohim menegaskan keterlibatan Winwin memang sebatas pejabat yang dianggap mengetahui kasus tersebut. Namun
dapat pula terlibat, jika bukti lain yang mengarahkan pada dirinya. "Kita memang bakal panggil Winwin sebagai saksi dalam kasus ini. Keterangannya sangat penting untuk menguatkan hasil dakwaan jaksa," ujar dia di kantornya, Rabu (16/6).
Menurut Rohim, keterangan Winwin dapat menjadi kunci untuk mengungkapkan posisi kasus sebenarnya. Keterangannya di pengadilan tentu dapat menjadi fakta persidangan yang menguatkan dugaan korupsi tersebut. Sehingga pelaku dapat dikenakan sanksi. Bahkan, lanjut dia, tak menutup kemungkinan adanya pelaku lain dalam kasus tersebut. Alasannya, jabatan Winwin sebagai Sekretaris Daerah
tentu sangat strategis. Setidaknya mengetahui persis pengucuran anggaran dan penggunaannya. "Saya berharap saksi penting ini bisa hadir. Makanya saya berusaha memanggil Sekda dan Kadis Kesehatan di pengadilan nanti," tegasnya.
Disebutkan Rohim persidangan kasus Bansos yang melibatkan mantan Kepala Dinas Kesehatan, Mien Hartati dan pengusaha, Yusuf Effendi digelar perdana 21 Juni di Pengadilan Kota Depok. Dengan agenda
pembacaan dakwaan. Rohim menambahkan kedua terdakwa itu dijerat pasal 2-3 UU 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Kedua terdakwa disidangkan secara terpisah. "Kasusnya kan kita split, agar mempemudah pengungkapan kasusnya," kata Rohim.
Ketua Pengadilan Negeri Kota Depok, Dwiarso Budi Santiarto membenarkan jadwal persidangan kasus korupsi Bansos sudah ada. Majelis hakimnya pun sudah disiapkan.
Disebutkan Dwiarso persidangan itu dipimpin oleh Prim Hariyadi bersama dua hakim anggota, Syahri Adami dan Daryanto. Dua kasus tersebut disidangkan secara bersamaan. Namun majelis hakimnya tidak ada perubahan. Terkait pengamanan persidangan, Dwiarso tidak terlalu mengkhawatirkan.
Kendati kasus Bansos ini merupakan kasus korupsi kedua yang digelar PN Kota Depok. "Kita libatkan polisi untuk pengamanan. Tapi itu tidak terlalu besar. Hanya untuk mengamankan proses saja," terangnya.
Kasus korupsi Bansos ini bernilai Rp. 87 miliar. Anggaran yang dikucurkan untuk bidang kesehatan sebesar Rp. 800 juta. Dana tersebut digunakan untuk pengadaan alat kesehatan di empat rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan BPKP diketahui terdapat kerugian negara sebesar Rp 132 juta.
0 komentar:
Posting Komentar