DEPOK, Sidang perdana kasus dugaan penggelapan dana bantuan sosial (bansos) pembelian alat kesehatan sebesar Rp 800 juta di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Senin (21/6), diwarnai hujan tomat busuk yang dilemparkan puluhan demonstran ke arah kantor PN. "Kami ingin pengadilan tidak hanya menyidangkan mantan Kepala Dinas Kesehatan. Tangkap juga yang lainnya," kata Rachman Toro.
Sementara itu, tersangka kasus korupsi, Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Mien Hartati berharap Pengadilan Kota Depok dapat membuktikan kebenaran bahwa dirinya terlibat atau tidak dalam dugaan korupsi. "Saya tidak dapat menyatakan saya benar atau tidak. Biarkan pengadilan yang membuktikannya," kata Mien singkat, sebelum sidang perdana dugaan korupsi alat kesehatan.
Hal senada disampaikan Kuasa hukum Mien Hartati, Agung Sri Purnomo. Menurutnya, pengadilan harus menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah. "Pengadilan nanti lah yang membuktikan klien saya itu korupsi atau tidak. Jadi ikuti saja jalannya persidangan," ujarnya.
Menurut Agung, klainnya Mien berulang kali membantah telah melakukan tindakan korupsi. Pernyataannya itu diperkuat oleh saksi yang akan dihadirkan. "Klien saya membantahnya. Kami diperkenankan untuk mengajukan saksi, karena itu saksi akan kami hadirkan nantinya. Sebagai pejabat negara, klien kami diduga salah mengambil kebijakan administrasi," kata dia.
Agung menambahkan, ia tidak akan mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya tersebut.
Dikatakan Agung, ia tidak akan mengomentari tentang apakah dimunculkannya kasus tersebut karena ada tekanan politik menjelang pemilihan kepala daerah Kota Depok.
Sementara itu, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rohim tidak mau memberikan komentar lebih lanjut tentang sidang tersebut. "Sidangnya dilakukan terbuka. Jadi keterangannya seperti yang disampaikan dalam pengadilan," tuturnya.
Ketua Majelis Hakim dalam persidangan tersebut adalah Pim Hariyadi, sedangkan dua anggota hakimnya adalah Syahri Adami dan Daryanto. Sidang dakwaan pertama ditujukan kepada Yusuf Effendi, sedangkan Mien Hartati mendapat giliran sidang dakwaan yang kedua. Pada persidangan tersebut JPU menyatakan bahwa Yusuf dan Mien didakwa karena telah melakukan perbuatan melanggar hukum yakni memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Dalam penjelasan JPU tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2008 Gubernur Jawa Barat telah menerbitkan surat keputusan tentang bantuan sosial untuk rumah sakit swasta di Kota Depok sebesar Rp 800 juta. Pemberian bantuan itu pun dimasukan dalam Perda, APBD pengubahan anggaran tahun 2008. Kebijakan itu juga diatur peraturan wali kota Depok tentang pengubahan anggaran. Kemudian Wali Kota Depok mengeluarkan keputusan bahwa mekanisme teknis penerima bantuan tersebut diatur oleh Dinas Kesehatan Kota Depok pada 11 September 2008. Surat tersebut ditindaklanjuti Dinkes dengan menerbitkan petunjuk teknis pemberian dana bantuan alat kesehatan yang diambil dari APBD Provinsi Jawa Barat tersebut, pada 12 Desember 2008.
Setelah surat tersebut terbit, maka Dinkes pun melakukan pertemuan dengan Direktur RS Simpangan Depok Warsito, Direktur RS Hasana Graha Affiah (HGA)Maman Hilman, dan Direktur CV Dwi Almedika Mansyur. Dalam pertemuan itu Mansyur mengarahkan harga spesifikasi masing-masing alat kesehatan itu sebesar Rp 400 juta. Mansyur juga yang mengenalkan Direktur PT Karya Profesi Mulia Yusuf Effendi kepada direktur kedua rumah sakit itu sebagai penyedia alat kesehatan. Setelah pertemuan tersebut, Dinkes meminta kepada Warsito dan Maman untuk membuat proposal permohonan bantuan alat kesehatan. 24 Desember 2008, cairlah dana bantuan tersebut. Dana itu dikirim melalui transfer rekening masing-masing rumah sakit itu.
Warsito dan Maman lalu mengajukan proposal penawaran harga kepada Yusuf Effendi. Yusuf kemudian menjawab dengan menyatakan alat kesehatan berupa alat operasi, scan mata, dan THT sebesar Rp 440 juta. Tawar menawar pun terjadi. Akhirnya kesepakatan pun terjadi untuk harga alat kesehatan tersebut Rp 400.180.000. Sidang akan dilanjutkan pada Senin (28/6) dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
Sementara itu, tersangka kasus korupsi, Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Mien Hartati berharap Pengadilan Kota Depok dapat membuktikan kebenaran bahwa dirinya terlibat atau tidak dalam dugaan korupsi. "Saya tidak dapat menyatakan saya benar atau tidak. Biarkan pengadilan yang membuktikannya," kata Mien singkat, sebelum sidang perdana dugaan korupsi alat kesehatan.
Hal senada disampaikan Kuasa hukum Mien Hartati, Agung Sri Purnomo. Menurutnya, pengadilan harus menjunjung tinggi azas praduga tak bersalah. "Pengadilan nanti lah yang membuktikan klien saya itu korupsi atau tidak. Jadi ikuti saja jalannya persidangan," ujarnya.
Menurut Agung, klainnya Mien berulang kali membantah telah melakukan tindakan korupsi. Pernyataannya itu diperkuat oleh saksi yang akan dihadirkan. "Klien saya membantahnya. Kami diperkenankan untuk mengajukan saksi, karena itu saksi akan kami hadirkan nantinya. Sebagai pejabat negara, klien kami diduga salah mengambil kebijakan administrasi," kata dia.
Agung menambahkan, ia tidak akan mengajukan penangguhan penahanan terhadap kliennya tersebut.
Dikatakan Agung, ia tidak akan mengomentari tentang apakah dimunculkannya kasus tersebut karena ada tekanan politik menjelang pemilihan kepala daerah Kota Depok.
Sementara itu, Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rohim tidak mau memberikan komentar lebih lanjut tentang sidang tersebut. "Sidangnya dilakukan terbuka. Jadi keterangannya seperti yang disampaikan dalam pengadilan," tuturnya.
Ketua Majelis Hakim dalam persidangan tersebut adalah Pim Hariyadi, sedangkan dua anggota hakimnya adalah Syahri Adami dan Daryanto. Sidang dakwaan pertama ditujukan kepada Yusuf Effendi, sedangkan Mien Hartati mendapat giliran sidang dakwaan yang kedua. Pada persidangan tersebut JPU menyatakan bahwa Yusuf dan Mien didakwa karena telah melakukan perbuatan melanggar hukum yakni memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Dalam penjelasan JPU tersebut menyebutkan bahwa pada tahun 2008 Gubernur Jawa Barat telah menerbitkan surat keputusan tentang bantuan sosial untuk rumah sakit swasta di Kota Depok sebesar Rp 800 juta. Pemberian bantuan itu pun dimasukan dalam Perda, APBD pengubahan anggaran tahun 2008. Kebijakan itu juga diatur peraturan wali kota Depok tentang pengubahan anggaran. Kemudian Wali Kota Depok mengeluarkan keputusan bahwa mekanisme teknis penerima bantuan tersebut diatur oleh Dinas Kesehatan Kota Depok pada 11 September 2008. Surat tersebut ditindaklanjuti Dinkes dengan menerbitkan petunjuk teknis pemberian dana bantuan alat kesehatan yang diambil dari APBD Provinsi Jawa Barat tersebut, pada 12 Desember 2008.
Setelah surat tersebut terbit, maka Dinkes pun melakukan pertemuan dengan Direktur RS Simpangan Depok Warsito, Direktur RS Hasana Graha Affiah (HGA)Maman Hilman, dan Direktur CV Dwi Almedika Mansyur. Dalam pertemuan itu Mansyur mengarahkan harga spesifikasi masing-masing alat kesehatan itu sebesar Rp 400 juta. Mansyur juga yang mengenalkan Direktur PT Karya Profesi Mulia Yusuf Effendi kepada direktur kedua rumah sakit itu sebagai penyedia alat kesehatan. Setelah pertemuan tersebut, Dinkes meminta kepada Warsito dan Maman untuk membuat proposal permohonan bantuan alat kesehatan. 24 Desember 2008, cairlah dana bantuan tersebut. Dana itu dikirim melalui transfer rekening masing-masing rumah sakit itu.
Warsito dan Maman lalu mengajukan proposal penawaran harga kepada Yusuf Effendi. Yusuf kemudian menjawab dengan menyatakan alat kesehatan berupa alat operasi, scan mata, dan THT sebesar Rp 440 juta. Tawar menawar pun terjadi. Akhirnya kesepakatan pun terjadi untuk harga alat kesehatan tersebut Rp 400.180.000. Sidang akan dilanjutkan pada Senin (28/6) dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.
0 komentar:
Posting Komentar