Senin, 05 April 2010

Lima Murid Anand Krisna Diadukan Kepolisi


DEPOK, Mendapatkan perlakuan kurang menyenangkan dari lima orang murid padepokan Anand Krishna. Wijarningsih (48), warga Jalan Pendewo, Kecamatan Limo, melaporkan peristiwa tersebut ke Polres Metro Depok. Kelima kaki tangan Anand Krishna yang dilaporkan adalah Dian Martin, Wiranegara, Fery Santosa, Sukmawati, dan Maya Savira. Selain melakukan perbuatan kurang menyenangkan, kelimanya juga dilaporkan melakukan perbuatan melanggar hukum karena telah berani mengambil paksa putri Wijarningsih, Tara Pradipta Laksmi (18) yang diduga menjadi salah satu korban pelecehan seksual oleh guru sepiritual tersebut dengan cara paksa. "Saya sudah berupaya sekuat tenaga melarang mereka mengambil anak saya, mereka terus saja memaksa. Sampai akhirnya diambil jalan tengah. Namun, keputusan tersebut dengan berat hati kita ambil," katanya, Senin (5/4).
Wijarningsih mengatakan, kendati dia sebagai orangtua telah melarang kelimanya melakukan perbuatan tersebut. Namun kelimanya tetap memaksa. Menurut Wijarningsih, peristiwa tidak menyenangkan yang dialaminya terjadi pada (14/6/2009) . Dimana kelima orang tersebt mencoba masuk kepekarangan rumahnya untuk menjemput paksa putrinya Tara. "Lima orang itu menggedor pintu, mereka minta Tara untuk dibawa ke padepokan. Dalam keadaan ketakutan Tara dengan terpaksa mengikuti keinginan mereka. Saya pada saat itu juga sangat takut, saya khawatir terjadi sesuatu pada anak saya itu," kata Wijarningsih.
Menurutnya, kelima orang tersebut memaksa untuk menyerahkan putrinya karena Tara dianggap bukan milik orang tuanya. Bahkan mereka menunjukkan email yang diikirim Tara. Dalam email tersebut Tara mengungkapkan bahwa ia merasa disandera orang tuanya dan berniat ingin keluar rumah. "Mereka bersikeras bahwa Tara sudah 18 tahun jadi sudah bukan anak-anak dan bisa menentukan keinginannya sendiri," kutip Wijarningsih.
Wijarningsih merasa tertekan, apalagi kelima anak buah Anand Krishna tidak datang sendiri. Mereka membawa serta 40 orang yang berjaga-jaga di depan rumah. Akhirnya disepakati Tara boleh keluar tapi tidak boleh dibawa ke padepokan. Mahasiswa jurusan desain di sebuah universitas swasta tersebut akhirnya ditempatkan di kos di daerah Kemanggisan. Tempat kos tersebut juga dipilih oleh orang-orang Anand Krishna. Tepat seminggu kemudian, Wijarningsih mendatangi kos Tara dan membujuknya untuk kembali ke rumah. "Selama berada di rumah, anaknya Tara mengalami perubahan perilaku, dari anak yang baik menjadi yang suka melawan. Tara lebih menghormati Anand Krishna ketimbang kedua orangtuanya," kata dia.
Ia menambahkan, tiga bulan di rumah, Tara mendapatkan terapi dari seorang psikolog dan sedikit demi sedikit sadar kembali seperti sedia kala. "Tiga bulan lebih Tara mendapatkan bimbingan dari psikolog, akhirnya kembali seperti biasa dan sekarang sudah kembali kuliah. Tapi, kita tetap akan laporkan kelima orang tersebut, karena telah mengambil anak saya secara paksa," katanya.
Pernyataan tersebut diamini pengacara Wijarningsih, Agung Mattauch berharap, kelimanya di tahan. Tuntutan yang dikenakan ke mereka ialah masuk pekarangan orang lain tanpa izin, melakukan pengambilan anak secara paksa dan tindakan tidak menyenangkan. "Coba Anda bayangankan, perasaan seorang Ibu yang anaknya diambil paksa oleh orang lain di depan mata kepalanya sendiri. Dalam keadaan terteror, lima orang menggedor pintu sedangkan 40 orang di luar rumah," tuturnya.
Sebenarnya, lanjut Agung, Anand sendiri sudah di tahan dan sekarang anak buahnya di laporkan agar segera di tahan. "Kalau pelecehan kan sudah yang pertama, Kita sudah ada planning, nanti ada delik yang lebih dalam lagi. Kita berharap agar ke lima orang ini di tahan,"ujarnya.
Wijarningsih awalnya juga murid Anand Krishna dan mengajak putrinya (Tara) untuk gabung bersama. Ia merasa tertarik untuk bergabung pada padepokan tersebut, karena membaca buku-buku Anand. Isi ajaran lanjutnya, tentang kebangsaan. Saat ini, laporan tersebut masih dalam proses penanganan unit perlindungan perempuan dan anak (PPA).

0 komentar: