DEPOK, Ratusan personil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok membongkar paksa gedung penyimpanan air mineral merk hexagonal milik PT Adhi Dharma Persada Nusantara di Kampung Kalimanggis, Kelurahan Harjamukti, Kecamatan Cimanggis, lantaran gedung tersebut melanggar peraturan derah (Perda) No 18 tahun 2003 tentang garis sepadan sungai, Perda No 3 tahun 2003 tentang izin mendirikan bangunan, dan Perda No 14 tahun 2001 tentang kontruksi bangunan. "Kita terpaksa membongkar gedung penyimpanan air ini karena mereka secara terang-terangan melanggar tiga perda. Pihak Dinas SDA pun telah memberikan surat teguran sebanyak tiga kali, namun mereka tetap membangun," kata Kepala Dinas Satpol PP, Sariyo Sabani, Selasa (23/3).
Namun, saat wawancara tengah berlangsung, Direktur Utama PT Adhi Dharma Persada Nusantara Anton R Hartono datang dengan menumpang sedan Camry warna hitam. Ia pun langsung mencari penanggungjawab pembongkaran. Merasa tengah dicari-cari, Sariyo pun langsung menunjukan kesalahan yang dilakukan Adhi Dharma Persada Nusantara yakni bangunan berdiri diatas Kali Kompeni atau Kali Cimanggis. Konstruksi bangunan pun, kata Sariyo, tidak menempel ke dalam tanah atau sedalam 50 cm-70 cm. Hal itu akan berakibat pada mudahnya bangunan tersebut rubuh. Ia khawatir bangunan tersebut menelan korban jiwa. "Kita tidak ingin melihat ada korban jiwa. Kalau nanti terjadi, pasti yang disalahkan pemerintah kota," kata dia.
Sariyo menegaskan, sebaiknya sebelum membangun sebuah gedung, pemilik bangunan harus mengajukan izin terlebih dahulu. "Saya tanya ke bapak apakah bangunan baru ini sudah sesuai izin. Lagian, bangunan yang disamping juga tidak sesuai siteplan yang diajukan," katanya.
Kendati telah dijelaskan apa kesalahan pihak PT Adhi Dharma, Anton tetap mempertanyakan pembongkaran tersebut. Sebab, pada 25 Maret 2010 ia diundang Wali Kota Depok Nur Mahmudi Isma'il untuk mengklarifikasi masalah tersebut. "Kalau sudah ada perintah dari atasan untuk di bongkar ya saya bongkar. Ini kan saya baru akan menghadap malah sudah di bongkar," keluhnya.
Anton mengakui kalau dirinya telah bersalah membangun tanpa dilengkapi surat izin. Namun, kata dia, sebenarnya pembangunan gedung ini telah diberitahukan kepada lurah dan camat. Bahkan, mereka berdua telah datang meninjau lokasi. "Saya tidak tahu apakah saya akan mengambil langkah hukum atau tidak. Saya konsultasi terlebih dahulu dengan kuasa hukum saya," kata dia.
Ia mengingatkan, langkah seperti ini sebetulnya berdampak pada engganya investor menanamkan modalnya di Kota Depok. "Perusahaan air mineral yang saya dirikan ini merupakan kerjasama antara dirinya dan pihak Korea, Jepang, dan China Taipe. Lagian, air minum ini berfungsi sebagai penyembuh penyakit," kilahnya.
Anton menambahkan, gudang minuman hexagonal ini merupakan gedung pertama di Asia. Kantor pusatnya ada di Jakarta. "Saya membangun gudang ini untuk memperlihatkan kepada konsorsium bahwa produksi air hexagonal itu bisa berjalan di Indonesia. Boleh dikatakan dalam tahap ujicoba. Namun kejadian ini akan membuat para konsorsium bingung. Ini preseden buruk. Saya akan membicarakan dengan teman-teman saya apakah akan membawa masalah ini ke meja hijau," tambahnya.
Cekcok mulut pun tak terhindarkan antara Sariyo dengan Anton. Karena Anton tetap tidak menerima penjelasan alasan pembongkaran dan mengaku bersalah tak memiliki izin, Sariyo pun meninggalkan lokasi pembongkaran.
Tak lama berselang, datang dua tentara TNI AD, turun dari Avanza biru, langsung marah-marah kepada wartawan. Salah satu tentara yang berpangkat mayor tersebut kemudian mencak-mencak sambil berteriak menanyakan surat izin meliput wartawan. Namun salah seorang karyawan perempuan berusaha menenangkan tentara tersebut. "Siapa yang memperbolehkan wartawan meliput disini, mana surat tugas kalian," teriaknya.
Namun, saat wawancara tengah berlangsung, Direktur Utama PT Adhi Dharma Persada Nusantara Anton R Hartono datang dengan menumpang sedan Camry warna hitam. Ia pun langsung mencari penanggungjawab pembongkaran. Merasa tengah dicari-cari, Sariyo pun langsung menunjukan kesalahan yang dilakukan Adhi Dharma Persada Nusantara yakni bangunan berdiri diatas Kali Kompeni atau Kali Cimanggis. Konstruksi bangunan pun, kata Sariyo, tidak menempel ke dalam tanah atau sedalam 50 cm-70 cm. Hal itu akan berakibat pada mudahnya bangunan tersebut rubuh. Ia khawatir bangunan tersebut menelan korban jiwa. "Kita tidak ingin melihat ada korban jiwa. Kalau nanti terjadi, pasti yang disalahkan pemerintah kota," kata dia.
Sariyo menegaskan, sebaiknya sebelum membangun sebuah gedung, pemilik bangunan harus mengajukan izin terlebih dahulu. "Saya tanya ke bapak apakah bangunan baru ini sudah sesuai izin. Lagian, bangunan yang disamping juga tidak sesuai siteplan yang diajukan," katanya.
Kendati telah dijelaskan apa kesalahan pihak PT Adhi Dharma, Anton tetap mempertanyakan pembongkaran tersebut. Sebab, pada 25 Maret 2010 ia diundang Wali Kota Depok Nur Mahmudi Isma'il untuk mengklarifikasi masalah tersebut. "Kalau sudah ada perintah dari atasan untuk di bongkar ya saya bongkar. Ini kan saya baru akan menghadap malah sudah di bongkar," keluhnya.
Anton mengakui kalau dirinya telah bersalah membangun tanpa dilengkapi surat izin. Namun, kata dia, sebenarnya pembangunan gedung ini telah diberitahukan kepada lurah dan camat. Bahkan, mereka berdua telah datang meninjau lokasi. "Saya tidak tahu apakah saya akan mengambil langkah hukum atau tidak. Saya konsultasi terlebih dahulu dengan kuasa hukum saya," kata dia.
Ia mengingatkan, langkah seperti ini sebetulnya berdampak pada engganya investor menanamkan modalnya di Kota Depok. "Perusahaan air mineral yang saya dirikan ini merupakan kerjasama antara dirinya dan pihak Korea, Jepang, dan China Taipe. Lagian, air minum ini berfungsi sebagai penyembuh penyakit," kilahnya.
Anton menambahkan, gudang minuman hexagonal ini merupakan gedung pertama di Asia. Kantor pusatnya ada di Jakarta. "Saya membangun gudang ini untuk memperlihatkan kepada konsorsium bahwa produksi air hexagonal itu bisa berjalan di Indonesia. Boleh dikatakan dalam tahap ujicoba. Namun kejadian ini akan membuat para konsorsium bingung. Ini preseden buruk. Saya akan membicarakan dengan teman-teman saya apakah akan membawa masalah ini ke meja hijau," tambahnya.
Cekcok mulut pun tak terhindarkan antara Sariyo dengan Anton. Karena Anton tetap tidak menerima penjelasan alasan pembongkaran dan mengaku bersalah tak memiliki izin, Sariyo pun meninggalkan lokasi pembongkaran.
Tak lama berselang, datang dua tentara TNI AD, turun dari Avanza biru, langsung marah-marah kepada wartawan. Salah satu tentara yang berpangkat mayor tersebut kemudian mencak-mencak sambil berteriak menanyakan surat izin meliput wartawan. Namun salah seorang karyawan perempuan berusaha menenangkan tentara tersebut. "Siapa yang memperbolehkan wartawan meliput disini, mana surat tugas kalian," teriaknya.
0 komentar:
Posting Komentar