DEPOK, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok diminta perhatikan pembangunan infrastruktur di wilayah-wilayah perbatasan. Misalnya, antara Depok dengan Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Kabupaten Bogor, dan Kota Bekasi. Pasalnya, pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan masih seringkali dikeluhkan warga. "Dewan seringkali menerima keluhan masyarakat yang tinggal di perbatasan. Terutama terkait pembangunan infrastruktur," kata Hj Enthy Sukarti, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Minggu ( 14/2).
Menurut Enthy, secara geografis Kota Depok berbatasan langsung dengan wilayah lain yakni: sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang dan Provinsi DKI Jakarta. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bogor, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Bogor. "Di wilayah perbatasan pembangunan sama sekali belum merata. Kita berharap pemerataan pembangunan segera terrealisasi," katanya.
Kendati begitu penduduk Kota Depok dapat dikatakan bersifat hetrogen, dan sebagain besar masyarakatnya merupakan masyarakat urban yang bekerja di wilayah lain. Namun, bukan berarti wilayah perbatasan di anak tirikan. "Sebagai pemilik wilayah, Pemkot Depok harus dapat bersikap adil. Warga perbatasan merupakan warga Depok juga," katanya.
Enthy mengatakan, topografi bagian utara Kota Depok berbentuk dataran rendah, bagian selatan berbentuk daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian 40 meter sampai 140 meter dari permukaan laut. Sedangkan aliran sungai yang melintas di Kota Depok adalah Sungai Ciliwung dan Cisadane. "Dengan topografi seperti Itu, sebaiknya pembangunan dilakukan dengan mengikuti kontur tanah. Sehingga pembangunan jalan tidak cepat rusak," ucapnya.
Pernyataan Enthy diamini anggota Komisi C, Fraksi Partai Demokrat (F-PD) Sutopo. Menurutnya, pembangunan di wilayah perbatasan agak sedikit tertinggal di bandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Kota Depok. Ia mencontohkan, jalan menuju perkampungan warga Tionghoa di Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo, dibeberapa bagian hancur. Padahal jalan itu merupakan jalan utama. "Pembangunan harus dilakukan secara merata. Pembangunan jangan dilakukan terpusat di kota," ucapnya.
Ia berharap, masukkan yang diberikannya tidak disikapi secara reaktif melainkan disikapi secara positif. Caranya, Pemkot Depok melalui dinas terkait mendata kebutuhan pembangunan warga di perbatasan. "Jangan asal membangun, yang di bangun harus lah yang prioritas," ucapnya.
Salah seorang warga asal Tanggerang, Noviantoro, yang bekerja di Kota Depok mengaku bahwa selama melintas di perbatasan Tanggerang-Depok, ia kerap menemukan jalan berlubang dan hancur. "Saya sih berharap ada koordinasi antara dua pemerintah lokal tersebut, dalam hal ini Pemkot Tanggerang dan Pemkot Depok," katanya.
Ia menambahkan, kurang etis rasanya kalau pembangunan wilayah perbatasan hanya diserahkan ke satu pemerintah kota. Padahal,tanggungjawab seharusnya diserahkan kedua pemerintahan itu. "Jangan saling lempar tanggungjawab.," pintanya.
Menurut Enthy, secara geografis Kota Depok berbatasan langsung dengan wilayah lain yakni: sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Tanggerang dan Provinsi DKI Jakarta. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bogor, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Bogor. "Di wilayah perbatasan pembangunan sama sekali belum merata. Kita berharap pemerataan pembangunan segera terrealisasi," katanya.
Kendati begitu penduduk Kota Depok dapat dikatakan bersifat hetrogen, dan sebagain besar masyarakatnya merupakan masyarakat urban yang bekerja di wilayah lain. Namun, bukan berarti wilayah perbatasan di anak tirikan. "Sebagai pemilik wilayah, Pemkot Depok harus dapat bersikap adil. Warga perbatasan merupakan warga Depok juga," katanya.
Enthy mengatakan, topografi bagian utara Kota Depok berbentuk dataran rendah, bagian selatan berbentuk daerah perbukitan bergelombang dengan ketinggian 40 meter sampai 140 meter dari permukaan laut. Sedangkan aliran sungai yang melintas di Kota Depok adalah Sungai Ciliwung dan Cisadane. "Dengan topografi seperti Itu, sebaiknya pembangunan dilakukan dengan mengikuti kontur tanah. Sehingga pembangunan jalan tidak cepat rusak," ucapnya.
Pernyataan Enthy diamini anggota Komisi C, Fraksi Partai Demokrat (F-PD) Sutopo. Menurutnya, pembangunan di wilayah perbatasan agak sedikit tertinggal di bandingkan dengan wilayah-wilayah lain di Kota Depok. Ia mencontohkan, jalan menuju perkampungan warga Tionghoa di Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo, dibeberapa bagian hancur. Padahal jalan itu merupakan jalan utama. "Pembangunan harus dilakukan secara merata. Pembangunan jangan dilakukan terpusat di kota," ucapnya.
Ia berharap, masukkan yang diberikannya tidak disikapi secara reaktif melainkan disikapi secara positif. Caranya, Pemkot Depok melalui dinas terkait mendata kebutuhan pembangunan warga di perbatasan. "Jangan asal membangun, yang di bangun harus lah yang prioritas," ucapnya.
Salah seorang warga asal Tanggerang, Noviantoro, yang bekerja di Kota Depok mengaku bahwa selama melintas di perbatasan Tanggerang-Depok, ia kerap menemukan jalan berlubang dan hancur. "Saya sih berharap ada koordinasi antara dua pemerintah lokal tersebut, dalam hal ini Pemkot Tanggerang dan Pemkot Depok," katanya.
Ia menambahkan, kurang etis rasanya kalau pembangunan wilayah perbatasan hanya diserahkan ke satu pemerintah kota. Padahal,tanggungjawab seharusnya diserahkan kedua pemerintahan itu. "Jangan saling lempar tanggungjawab.," pintanya.
0 komentar:
Posting Komentar