DEPOK, Pengusaha rumah bernyanyi atau tempat karoke di Kota Depok diberikan batas waktu 12 hari kerja oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok untuk menutup kegiatan usahanya dengan sukarela. Sebab, kegiatan usaha yang mereka lakukan terbukti melanggar Daerah (Perda) Kota Depok Nomor 21 Tahun 2003 tentang Izin Usaha Pariwisata, secara tegas melarang berdirinya tempat hiburan karoeke. "Senin (5/10) kita telah memanggil lima manajeman rumah karoke di Kota Depok, kita telah mengutarakan maksud kita mengundang mereka yakni agar mereka menutup kegiatan usaha mereka secara sukarela. Bila tidak dilakukan selama 12 hari kerja, kita yang akan menutup secara paksa," kata Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Sariyo Sabani di ruang kerjanya, Selasa (6/10).
Menurut Sariyo, 12 hari kerja yang diberikan sebaiknya digunakan semaksimal mungkin oleh pihak pemilik mau pun pengelola rumah bernyanyi atau rumah karoke untuk menyalurkan karyawan mereka ke tempat lain. "Bila ada rumah bernyanyi yang mau memfungsikan tempat usaha mereka sesuai izin yang mereka dapat, kami dengan senang hati mempersilakan. Artinya, bila izin yang didapat restoran ya tempat usahanya pun harus restoran. Bukan malah jadi tempat karoke," kata dia.
Sayangnya, kata Sariyo, dari lima manajemen rumah bernyanyi yang diundang Satpol PP, hanya empat memenuhi panggilan . Yakni, Inul Vizta, NAV, Karoke Keluarga DTC, dan Venus. Sedangkan karoke keluarga di Mall Cimanggis tidak datang tanpa alasan jelas. "Kelima tempat karaoke tersebut menyalahgunakan izin pemberian Kantor Dinas Pariwisata Depok berupa tempat rekreasi. Tapi kenyataannya, yang berjalan karaoke, dan tidak diperbolehkan di Perda, bolehnya biliar, kolam renang, dan gedung serba guna," kata dia.
Sariyo menambahkan, hingga saat ini dirinya meyesalkan tindakan oknum Kantor Pariwisata yang memberikan izin operasional rumah karoke dengan memanfaatkan kelemahan perda. Setelah Kantor Pariwisata berubah menjadi Dinas Pemuda, Olahraga, Seni dan Budaya (Parsenibud) pun, tidak ada teguran dari dinas tersebut untuk para pelanggar perizinan. "Yang menjadi pertanyaan kenapa mereka tidak menegur," ujarnya.
Sementara di tempat terpisah, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail masih menunggu hasil evaluasi tim pemerintahan yang tengah mengkaji izin rumah bernyanyi atau rumah karoke. "Terserah hasil evaluasi yang diberikan ke saya. Saya minta semuanya menunggu hasil evaluasi tim tersebut supaya ada laporan pasti. Kita pastinya akan memberikan kepastian terhadap masalah perizinan di Kota Depok dengan baik. Tujuanya agar masyarakat Depok dapat menjalankan usaha dengan tenang," kata dia.
Nur Mahmudi mengatakan, mengenai kemungkinan pemberian izin rumah bernyanyi bagi pengusaha karoke, ia tidak berani berkomentar. "Semuanya saya serahkan kepada masyarakat Depok. Jadi ada toleransi atau tidak ada toleransi terhadap izin rumah bernyanyi semuanya terserah masyarakat Depok," katanya.
Namun, kata dia, untuk memastikan boleh atau tidak-nya rumah karoke beroperasi di Kota Depok, Pemerintah Kota (Pemkot) berencana mengadakan polling. "Kalau memang lebih banyak masyarakat mendukung keberadaan rumah karoke ya kita bisa mengajukan kembali ke DPRD untuk mengubah atau melakukan revisi terhadap perda," tandasnya.
Menurut Sariyo, 12 hari kerja yang diberikan sebaiknya digunakan semaksimal mungkin oleh pihak pemilik mau pun pengelola rumah bernyanyi atau rumah karoke untuk menyalurkan karyawan mereka ke tempat lain. "Bila ada rumah bernyanyi yang mau memfungsikan tempat usaha mereka sesuai izin yang mereka dapat, kami dengan senang hati mempersilakan. Artinya, bila izin yang didapat restoran ya tempat usahanya pun harus restoran. Bukan malah jadi tempat karoke," kata dia.
Sayangnya, kata Sariyo, dari lima manajemen rumah bernyanyi yang diundang Satpol PP, hanya empat memenuhi panggilan . Yakni, Inul Vizta, NAV, Karoke Keluarga DTC, dan Venus. Sedangkan karoke keluarga di Mall Cimanggis tidak datang tanpa alasan jelas. "Kelima tempat karaoke tersebut menyalahgunakan izin pemberian Kantor Dinas Pariwisata Depok berupa tempat rekreasi. Tapi kenyataannya, yang berjalan karaoke, dan tidak diperbolehkan di Perda, bolehnya biliar, kolam renang, dan gedung serba guna," kata dia.
Sariyo menambahkan, hingga saat ini dirinya meyesalkan tindakan oknum Kantor Pariwisata yang memberikan izin operasional rumah karoke dengan memanfaatkan kelemahan perda. Setelah Kantor Pariwisata berubah menjadi Dinas Pemuda, Olahraga, Seni dan Budaya (Parsenibud) pun, tidak ada teguran dari dinas tersebut untuk para pelanggar perizinan. "Yang menjadi pertanyaan kenapa mereka tidak menegur," ujarnya.
Sementara di tempat terpisah, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail masih menunggu hasil evaluasi tim pemerintahan yang tengah mengkaji izin rumah bernyanyi atau rumah karoke. "Terserah hasil evaluasi yang diberikan ke saya. Saya minta semuanya menunggu hasil evaluasi tim tersebut supaya ada laporan pasti. Kita pastinya akan memberikan kepastian terhadap masalah perizinan di Kota Depok dengan baik. Tujuanya agar masyarakat Depok dapat menjalankan usaha dengan tenang," kata dia.
Nur Mahmudi mengatakan, mengenai kemungkinan pemberian izin rumah bernyanyi bagi pengusaha karoke, ia tidak berani berkomentar. "Semuanya saya serahkan kepada masyarakat Depok. Jadi ada toleransi atau tidak ada toleransi terhadap izin rumah bernyanyi semuanya terserah masyarakat Depok," katanya.
Namun, kata dia, untuk memastikan boleh atau tidak-nya rumah karoke beroperasi di Kota Depok, Pemerintah Kota (Pemkot) berencana mengadakan polling. "Kalau memang lebih banyak masyarakat mendukung keberadaan rumah karoke ya kita bisa mengajukan kembali ke DPRD untuk mengubah atau melakukan revisi terhadap perda," tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar