Merasa dipojokan terus menerus oleh orang tua siswa dan pemberitaan media massa terkait penjualan buku di Sekolah Dasar Negeri (SDN) I Cipayung, Kepala Sekolah Dasar Negeri (SDN) I Cipayung, Royadi panggil distributor, pemilik toko buku Sifa Book, dan Ketua lembaga swadaya masyarakat (LSM) Garda Pena. "Saya sengaja mengumpulkan distributor disini untuk memberi keterangan yang sebenar-benarnya. Saya sama sekali tidak pernah memaksa dan mengarahkan orang tua murid untuk membeli buku dari para distributor," katanya, saat di temui di sekolah tersebut di RT03/04, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Pancoran Mas, Selasa (21/7).
Menurut Royadi, ia telah berusaha menjelaskan kronologis penjualan buku sedetail mungkin. Namun, sampai saat ini SDN I Cipayung terus menerus dipojokan. "Sekarang saya minta para distributor menjelaskan sejelas-jelasnya," kata dia. Ia menyayangkan, salah satu distributor berinisial (IN) tidak hadir. Padahal, terang Royadi, dirinya telah meminta IN datang untuk melakukan klarifikasi. "Saya telah minta dia datang tapi dia tidak hadir, tanpa memberi alasan," kata dia.
Ade Firmansyah pemilik toko buku Sifa Book mengaku bahwa ia tidak pernah membuat kesepakatan dengan kepala sekolah atau pun para guru. Ia memang pernah menawarkan kerja sama, namun ditampik pihak sekolah. "Sama sekali tak ada kerjasama," ujarnya.
Firmansyah mengatakan, untuk membuat jualannya laku, ia membuat strategi dengan mengontrak ruangan di dekat sekolah untuk dijadikan toko buku. "Namanya pebisnis pasti menginginkan produk dagangannya laku. Ya, untuk membuat buku itu laku, satu-satunya cara menggunakan metode jemput bola," katanya.
Firmansyah mengaku pernah berjanji akan memberikan infak 3,5 persen dari hasil penjualan buku dari toko miliknya kepada anak yatim di sekolah SDN I Cipayung dan SD-SD."Insyaallah tahun depan rencana tersebut bakal terrealisasi," ucapnya.
Saat ditanya apakah hal tersebut merupakan kompensasi untuk kepala sekolah dan para guru? Ia dengan tegas mengatakan, angka 3,5 persen bukan lah angka baku. Bisa saja, kata dia, prosentasenya lebih besar atau bahkan lebih kecil. "Itu semua tergantung pada jumlah anak yatim di sekolah tersebut," tuturnya.
Dia membantah kalau dituduh melakukan koordinasi dengan LSM. "Saya tidak pernah melakukan koordinasi dengan LSM," ujarnya.
Hal serupa juga dikatakan distributor LKS Ceria bernama Yudi. Menurutnya, tidak pernah sekali pun ia melakukan koordinasi dengan LSM. Ia pun tidak pernah memaksa kepala sekolah menjual LKS-nya. "Saya memang pernah melakukan konsultasi dengan Pak Cornelis. Tapi bukan soal penjualan buku. Pak Cornelis bukan sebagai LSM melainkan konsultan," katanya.
Ia pun tidak pernah memberi iming-iming kepada kepala sekolah atau para guru soal keuntungan. "LKS yang saya jual, saya titipkan ke Sifa Book," ujarnya.
Di tempat sama Cornelis mengatakan, untuk memberantas kasus penjualan buku di sekolah sebaiknya Dinas Pendidikan (Disdik) mengeluarkan solusi inovatif. "Beberapa waktu lalu saya pernah menawarkan agar Disdik membuat kebijakan baru. Sayangnya sampai hari ini belum dijalankan," katanya.
Padahal, kata Cornelis konsep LKS terpadu dapat mengurangi beban orang tua siswa. Caranya, setiap guru SD diharuskan membuat LKS untuk seluruh muridnya sehingga tidak perlu lagi jualan buku. "Mengenai biaya bisa diambil dari BOS buku," kata dia.
Ia percaya konsep LKS terpadu dapat menciptakan pendidikan di Kota Depok lebih bergairah. Bahkan, kata dia, Wali Kota Depok diyakini bakal dapat bintang jasa. "Saya yakin wali kota bakal dapat bintang jasa," tandasnya.
Secara terpisah, Disdik Kota Depok telah menindalklanjuti kasus penjualan buku yang terjadi di SD Cipayung 1 dengan memerintahkan kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) tingkat kecamatan untuk meminta penjelasan kepada pihak sekolah. "Kami sudah utus UPT dari kecamatan Pancoran Mas untuk minta kejelasan seminggu yang lalu," kata Kasi Kurikulum Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Depok, Ade Sarda.
Menurut Ade, Dinas pendidikan (Disdik) memang tidak membentuk tim khusus untuk menyelidiki laporan-laporan tentang penjualan buku. Pasalnya SD-SD di Depok berada di bawah UPT tiap kecamatan. Oleh karena itu, kata dia, ketika ada laporan masyarakat, Disdik akan meminta kepada kepala UPT tiap kecamatan untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Sementara di Kantor Wali Kota Depok beredar kuitansi senilai Rp2.500 ribu dari Kepala Sekolah SD Tugu Ibu Eman Hidayat untuk pembayaran selesainya masalah BOS buku Tahun 2006-2007 untuk organisasi Porpenas yang dahulunya digawangi Cornelis. Dalam kuitansi bertanggal 28 September 2007 tersebut, terdapat tanda tangan Cornelis.
Menurut Royadi, ia telah berusaha menjelaskan kronologis penjualan buku sedetail mungkin. Namun, sampai saat ini SDN I Cipayung terus menerus dipojokan. "Sekarang saya minta para distributor menjelaskan sejelas-jelasnya," kata dia. Ia menyayangkan, salah satu distributor berinisial (IN) tidak hadir. Padahal, terang Royadi, dirinya telah meminta IN datang untuk melakukan klarifikasi. "Saya telah minta dia datang tapi dia tidak hadir, tanpa memberi alasan," kata dia.
Ade Firmansyah pemilik toko buku Sifa Book mengaku bahwa ia tidak pernah membuat kesepakatan dengan kepala sekolah atau pun para guru. Ia memang pernah menawarkan kerja sama, namun ditampik pihak sekolah. "Sama sekali tak ada kerjasama," ujarnya.
Firmansyah mengatakan, untuk membuat jualannya laku, ia membuat strategi dengan mengontrak ruangan di dekat sekolah untuk dijadikan toko buku. "Namanya pebisnis pasti menginginkan produk dagangannya laku. Ya, untuk membuat buku itu laku, satu-satunya cara menggunakan metode jemput bola," katanya.
Firmansyah mengaku pernah berjanji akan memberikan infak 3,5 persen dari hasil penjualan buku dari toko miliknya kepada anak yatim di sekolah SDN I Cipayung dan SD-SD."Insyaallah tahun depan rencana tersebut bakal terrealisasi," ucapnya.
Saat ditanya apakah hal tersebut merupakan kompensasi untuk kepala sekolah dan para guru? Ia dengan tegas mengatakan, angka 3,5 persen bukan lah angka baku. Bisa saja, kata dia, prosentasenya lebih besar atau bahkan lebih kecil. "Itu semua tergantung pada jumlah anak yatim di sekolah tersebut," tuturnya.
Dia membantah kalau dituduh melakukan koordinasi dengan LSM. "Saya tidak pernah melakukan koordinasi dengan LSM," ujarnya.
Hal serupa juga dikatakan distributor LKS Ceria bernama Yudi. Menurutnya, tidak pernah sekali pun ia melakukan koordinasi dengan LSM. Ia pun tidak pernah memaksa kepala sekolah menjual LKS-nya. "Saya memang pernah melakukan konsultasi dengan Pak Cornelis. Tapi bukan soal penjualan buku. Pak Cornelis bukan sebagai LSM melainkan konsultan," katanya.
Ia pun tidak pernah memberi iming-iming kepada kepala sekolah atau para guru soal keuntungan. "LKS yang saya jual, saya titipkan ke Sifa Book," ujarnya.
Di tempat sama Cornelis mengatakan, untuk memberantas kasus penjualan buku di sekolah sebaiknya Dinas Pendidikan (Disdik) mengeluarkan solusi inovatif. "Beberapa waktu lalu saya pernah menawarkan agar Disdik membuat kebijakan baru. Sayangnya sampai hari ini belum dijalankan," katanya.
Padahal, kata Cornelis konsep LKS terpadu dapat mengurangi beban orang tua siswa. Caranya, setiap guru SD diharuskan membuat LKS untuk seluruh muridnya sehingga tidak perlu lagi jualan buku. "Mengenai biaya bisa diambil dari BOS buku," kata dia.
Ia percaya konsep LKS terpadu dapat menciptakan pendidikan di Kota Depok lebih bergairah. Bahkan, kata dia, Wali Kota Depok diyakini bakal dapat bintang jasa. "Saya yakin wali kota bakal dapat bintang jasa," tandasnya.
Secara terpisah, Disdik Kota Depok telah menindalklanjuti kasus penjualan buku yang terjadi di SD Cipayung 1 dengan memerintahkan kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) tingkat kecamatan untuk meminta penjelasan kepada pihak sekolah. "Kami sudah utus UPT dari kecamatan Pancoran Mas untuk minta kejelasan seminggu yang lalu," kata Kasi Kurikulum Pendidikan Dasar, Dinas Pendidikan Depok, Ade Sarda.
Menurut Ade, Dinas pendidikan (Disdik) memang tidak membentuk tim khusus untuk menyelidiki laporan-laporan tentang penjualan buku. Pasalnya SD-SD di Depok berada di bawah UPT tiap kecamatan. Oleh karena itu, kata dia, ketika ada laporan masyarakat, Disdik akan meminta kepada kepala UPT tiap kecamatan untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Sementara di Kantor Wali Kota Depok beredar kuitansi senilai Rp2.500 ribu dari Kepala Sekolah SD Tugu Ibu Eman Hidayat untuk pembayaran selesainya masalah BOS buku Tahun 2006-2007 untuk organisasi Porpenas yang dahulunya digawangi Cornelis. Dalam kuitansi bertanggal 28 September 2007 tersebut, terdapat tanda tangan Cornelis.
0 komentar:
Posting Komentar