Kamis, 30 April 2009

Warga Perumahan Megapolitan dan BCI Tolak Pembangunan HKBP


DEPOK, Warga perumahan Megapolitan Cinere dan perumahan Bukit Cinere Indah (BCI) bersepakat menolak pembangunan gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Jalan Puri Pesangrahan, Kavling NT-24 Kelurahan Cinere, Kecamatan Limo. Warga juga memilih mendukung keputusan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail bernomor645.8/144/Kpts/Sos/huk/2009 tentang pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Tempat Ibadah dan Gedung Serbaguna HKBP. Sebab, warga tak pernah memberikan restu atau izin pendirian gereja disekitar perumanah Megapolitan. "Kami tak pernah dimintai izin dan tak pernah merestui pembangunan gereja HKBP," kata Djoko Soemarsono, warga Perumahan Megapolitan Blok M, RT05/RW14, Kamis (30/4).

Menurut Djoko Soemarsono, Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bogor bernomor 453.2/299/TKB/1998 yang selalu dijadikan landasan oleh panitia pembangunan Gereja HKBP untuk melakukan pembangunan diragukan keabsahannya oleh masyarakat. "Kami meragukan keabsahan surat tersebut. Bagaimana mungkin mereka mengantongi izin mendirikan rumah ibadah sedangkan lingkungan sekitarnya tak pernah mengeluarkan izin," tuturnya

Koordinator Lapangan Posko Forum Solideritas Muslim, Kecamatan Limo, Kecamatan Pondok Cabe, dan sekitarnya ini mengaku kaget, tahun 1998 panitia pembangunan Gereja HKBP telah membangun pondasi. "Kita kaget setengah mati. Tanpa izin dari warga ko mereka berani melakukan pembangunan. Kita pun laporkan peristiwa itu ke Polsek Limo untuk dihentikan pembangunannya," kata Djoko.

Dia mengatakan, yang ditentang warga bukan lah pembangunan gereja-nya. Melainkan prosedur pembangunan itu sendiri. "Kalau mau mendirikan bangunan ya harus ada izin dari warga sekitar, kalau tidak ada izin dari warga ya tidak diperbolehkan," ujar Djoko.

Pernyataan senada juga diutarakan warga RT01/RW01, Kelurahan Kerukut, Kecamatan Limo, Saiful Akbar. Menurutnya, warga mempertanyakan legalitas IMB Gereja HKBP. "Bagaimana mungkin warga tak memberikan restu, tapi IMB bisa keluar," ujarnya.

Di tempat terpisah Kepala Kecamatan Limo, Yayan H Ariyanto mengaku pada akhir 2008 pihak HKBP pernah datang ketempatnya dengan membawa fotokopi surat izin tetangga. Namun, kata dia, pihak kecamatan tidak berwenang mengeluarkan rekomendasi. "Saya mengajurkan kepada mereka untuk melengkapi sarat-surat yang belum lengkap, dan melakukan koordinasi dengan Kantor Departemen Agama Kota Depok, serta Forum Kerukunan Ummat Beragama," katanya.

Selanjutnya, kata Yayan, Forum Kerukunan Ummat Beragama melakukan peninjauan langsung kelapangan. Apakah surat izin tetangga yang dilapirkan panitia Gereja HKBP benar dari warga sekitar. Artinya, telah mendapat rekomendasi dari 60 sampai 90 kepala keluarga. "FKUB lah nantinya yang melakukan pengecekan kelapangan, setelah itu baru direkomendasikan ke Wali Kota," ujarnya.

Yayan menuturkan, di Kecamatan Limo sendiri telah terdapat 22 gereja, 16 diantaranya berada di Kelurahan Cinere. "Seharusnya kita memiliki peratuan daerah yang mengatur Tata Pembangunan Lingkungan," katanya.

Sebelumnya, Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengaku pencabutan IMB HKBP Cinere merupakan jalan terbaik menyelesaikan masalah. Pencabutan IMB pun diambil dengan mempertimbangkan banyak faktor dan dilakukan dengan sangat hati-hati. "Saya minta pihak gereja arif menyikapi permasalahan ini," katanya.

Wali Kota pun enggan dikonotasikan sebagai muslim yang anti kristen. "Prinsip saya semua agama harus mendapatkan perlindungan dan hak yang sama dalam beribadah. Baru-baru ini saja saya mengeluarkan IMB pembangunan wihara dan gereja. Buat saya tidak masalah apa pun agamanya selama mematuhi aturan mainya diperkenankan berada di Kota Depok," katanya. Sementara itu Ketua Panitia Pembangunan Gereja HKBP Cinere Ny Betty Sitompul menguraikan, pihaknya memperoleh IMB untuk pembangunan tempat ibadah dan gedung serba guna di atas lahan 4.000 m2 pada 1998 lalu.

Ironisnya, saat pembangunan mulai dilakukan, protes penolakan pun muncul. Ketika itu Wali Kota Depok Badrul Kamal meminta agar panitia menghentikan sementara pembangunan. Panitia menurut sembari berupaya bermusyawarah dengan berbagai pihak. Sayangnya segala upaya tak mendapat respon, terutama dari jajaran pemerintah. Akibatnya pembangunan tertunda selama tujuh tahun.

Karena tak ada keputusan, kata dia, pada 2007 panitia mencoba lanjutkan pembangunan. Tapi kembali pihak-pihak tertentu lancarkan protes kepada para buruh yang sedang bekerja sehingga pembangunan berhenti kembali. Panitia pun mengirim surat ke Nur Mahmudi, minta audiensi pada awal 2008 tapi tak ada tanggapan. Sepanjang 2008 tiga kali surat dilayangkan, tetap saja Nur Mahmudi tak menggubris. "Karena tak ada jawaban, akhirnya kita memutuskan meneruskan pembangunan pada akhir 2008," katanya.

0 komentar: