DEPOK, Ketua Forum Warga Anti Tol Cinere-Jago Rawi (Cijago), Manahan Panggabean minta Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Pemerintah Kota (Pemkot) jangan hanya geretak sambal. "Sejak satu tahun lalu, mereka bilang akan membayar pergantian tanah warga dengan menggunakan system konsinyasi ke Pengadilan Negeri Kota Depok. Namun, sampai hari ini tidak juga dilakukan," katanya, Selasa (28/4).
Manahan meyakini, P2T tak memiliki kemampuan menerapkan sistem konsinyasi kepada warga. Sebab, P2T belum menjalankan pembebasan tanah warga sesuai anturan perundang-undangan. "Bagaimana pengadilan mau menerima kalau pembayaran ganti rugi tidak sesuai peraturan perundang-undangan," tuturnya.
Manahan mengaku bahwa warga sebetulnya tak berniat menentang pembangunan Cijago. Hanya saja, kata dia, harga belum sesuai. "Tidak ada niat sedikit pun menentang rencana mulia ini," ujarnya.
Dia menambahkan, Pemkot Depok pun belum melaksanakan musyawarah tentang nilai ganti rugi tanah sesuai pembicaraan terdahulu antarawarga Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail, Kabag Ops Polres Metro Depok Dramayadi, dan pejabat terkait. "Dalam kesempatan tersebut mereka mengaku bahwa P2T belum melaksanakan tahapan pembebasan sesuai putusan presiden," kata Manahan.
Ia juga enggan menyebutkan berapa harga ideal yang diinginkan warga atas tanah mereka. "Semua pembicaraan yang berkaitan dengan harga nilai tanah ditentukan lewat musyawarah antarawarga dan Pemkot Depok," ujar Manahan.
Manahan mengatakan, nilai jual obyek pajak (NJOP) yang selalu dijadikan landasan oleh P2T untuk menilai harga tanah warga bukan lah satu-satunya variabel. Masih banyak variabel lainnya yakni harga pasaran tanah pada waktu itu, letak strategis, dan letak ekonomis. "Kita tidak bicara untung rugi tapi bicara berapa harga jual sesungguhnya," terang dia.
Sementara secara terpisah, Aminah (65) warga Jalan Raya Gas Alam, RT005/04, Kelurahan Cisalak Pasar, Kecamatan Cimanggis mengaku kesal dengan perbedaan harga jual tanah yang ditetapkan P2T. Pasalnya, tanah miliknya yang berlokasi percis dipinggir Jalan Raya Gas Alam hanya dihargai Rp1050.000 per meter. Sedangkan Tanah di depannya Rp1.250.000 per meter. "Saya jadi ingin tahu berapa sih harga yang ditetapkan wali kota," katanya.
Dia berharap, tanahnya dihargai Rp1.500.000 per meter. "Kalau semuanya dihargai seragam seperti ini pasti mau pindah," ujarnya.
Hal senada juga diutarakan, Mila, warga RT008/05. Menurutnya, ia tidak mungkin mendapatkan tanah dipinggir jalan kembali dengan harga Rp1.050.000 per meter. "Saat ini saya menghidupi keluarga dengan berjualan. Kalau saya pindah apa dapat lagi tanah dipinggir jalan seperti ini," katanya.
Ia minta Pemkot Depok menilai harga tanah warga dengan kerangka berpikir realistis. "Kami mau melepas tanah kami dengan harga Rp2.500.000 per meter. "Harga tanah cukup realistis," ujarnya.
Lain halnya dengan keluarga Hj Vivi, warga RT006/01, Kelurahan Harja Mukti, dan keluarga Masni warga RT003/07, Kelurahan Curug, Kecamatan Cimanggis. Kedua keluarga ini menerima semua keputusan pemerintah. Menurut Hj Vivi, ia hanya tinggal menunggu uang pembayaran yang akan dibayarkan pemkot Depok. "Tanah saya dihargai Rp1.200.000 per meternya, dan bangunan dihargai Rp190600 per meter," tandasnya.
Selasa, 28 April 2009
Warga Cijago Minta P2T Jangan Geretak Sambal
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar