Rabu, 29 April 2009

Pedagang Mengeluh Penjualan Daging Babi di Depok Anjlok


DEPOK, Pedagang daging babi Kota Depok mengeluh omzet penjualan daging babi anjlok pasca maraknya pemberitaan tentang flu babi atau swine influenza viruses. "Akibat maraknya pemberitaan tentang flu babi, omzet penjualan kami menurun derastis," kata Frida Sianipar pedagang daging babi di Pasar Agung, Kelurahan Abadi Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Rabu (29/4).

Menurut Frida, sebelum ada kabar tentang pendemi virus N1H1 di Mexico dan Amerika Serikat (AS), ia mampu menjual 20 kg daging babi dalam sehari. "Sekarang boro-boro dapat menjual 20 kilo, 5 kilo aja sudah bagus," ujarnya.

Frida meminta masyarakat untuk tidak takut mengonsumsi daging babi. Sebab, kata dia, daging babi yang dijual di Kota Depok umumnya diambil dari Perusahaan Daerah (PD) Dharma Jaya, yang khusus mengelola rumah pemotongan hewan (RPH) berlokasi di Kapuk Muara, Jakarta Utara. "Daging yang kami jual pun selalu ada stempel Dinas Kesehatan DKI Jakarta," katanya.

Dia menambahkan, daging babi yang dipotong PD Dharma Jaya bukan lah babi impor, melainkan babi lokal asal Solo. Babi Solo ini dikenal dengan julukan babi super. "Jadi yang kita jual daging babi super," ujar Frida.

Ia melanjutkan, harga per kilo daging babi sangat variatif. Untuk babi tanpa kulit dihargai Rp42 ribu per kilogramnya, Sedangkan daging babi plus kulit hanya sebesar Rp38 ribu per kilogram. "Omzet penjualan pada hari minggu biasanya naik bisa mencapai 50 kilo dalam sehari. Saya tidak yakin apakah minggu ini penjualan daging babi mencapai 50 kilo," ujar Frida.

Fridah menambahkan, ia tak bisa lang berharap pada penjualan daging ke konsumen langsung. "Saya tidak bisa berharap banyak pada pembeli di pasar. Untung saya telah bekerja sama dengan 9 lapo (restoran, Batak)," tuturnya.

Pengalaman pahit juga dirasakan Evi Sondak, pedagang babi lainnya. Menurut Evi, sejak awal berjualan ia biasa menghabiskan 25 kilo gram per hari. Namun, kata dia, pemberitaan flu babi menyebabkan penjualannya anjlok. "Sekarang saja baru laku 2 kilo," katanya pasrah.

Evi berharap, pemerintah mampu meyakinkan masyarakat bahwa daging babi yang dijual di Kota Depok bukan lah daging babi impor. "Saya juga mengantongi surat penjualan darging babi. Tidak mungkin mau menjual daging yang dapat mencelakai masyarakat," ujarnya. Dia menambahkan, daging yang dijualnya diambil dari Pasar Senin. "Bukan daging dari luar negeri," kata dia.

Sementara itu, Dinas Pertanian Kota Depok telah membentuk tim pemantau untuk mencegah penularan virus flu babi di tingkat konsumen. Dinas Pertanian Kota Depok berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Depok untuk memantau penjualan daging babi di pasar tradisional maupun pasar modern. Menurut Sekertaris Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, Widyati Riyandani mengatakan, Depok tidak terlalu rentan tertular flu babi, lantaran tidak adanya peternakan babi. "Namun kita tetap waspada, terutama pada konsumen dan pedagang di pasar tradisional dan pasar modern yang menjual daging babi," tuturnya.

Tim monitoring tersebut terdiri dari petugas medis dan dokter hewan yang akan mengambil sampel daging babi dari pedagang untuk diuji di LDCC ( Local Disease Control Center ) di Bogor. "Kita akan uji disana, karena kita nggak ada peternakan babi, dan hanya bisa memonitor dari pedagang dalam keadaan sudah dipotong," katanya.

Dia menambahkan, Dinas Pertanian memperketat penjualan daging babi oleh pedagang dengan kewajiban melampirkan Surat Kesehatan Hewan (SKH) dari daerah asal. "Contohnya di Depok, pedagang banyak yang mengambil daging babi dari Cilincing, Jakarta Utara. Kalau mereka nggak punya SKH, ya tidak boleh memasok daging babi ke Depok," Jelasnya.

Sementara itu Kepala Seksi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat (Keshew dan Kesmas) Dinas Kehutanan (Distan) Kota Depok Arifin mengaku kedatanganya ke Pasar Agung hanya untuk monitoring pedagangan daging babi. "Kebanyakan dari pedagang menjual daging yang berstempel Dinas Kesehatan," akunya.

0 komentar: