Rabu, 22 April 2009

Kedudukan Perempuan Makin Baik

DEPOK, Semenjak Indonesia menerapkan system demokrasi, kedudukan perempuan semakin membaik. Meskpiun masih ada sedikit masalah seperti trafficking, kekerasan dalam rumah tangga, dan perekonomian. "Perempuan masih sering jadi korban," kata Sulistyowati Irianto (48) usai dikukuhkan sebagai salah satu guru besar Universitas Indonesia (UI) di Sidang UI, Rabu (22/4).

Menurut Sulistyowati, ia melihat pada bidang politik kaum perempuan masih menjadi nomor dua. Sebab, kuota 30 persen yang diatur dalam Undang-undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No 2 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol). Bahkan dalam Pasal 8 Butir d UU No. 10 tahun 2008, disebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu. Dan Pasal 53 UU mengatakan bahwa daftar bakal calon peserta pemilu juga harus memuat paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan. "Sayangnya kesemuanya itu sulit direalisasikan," katanya.

Selain itu, kata dia, gerakan pembangunan hukum di Indonesia memiliki sejarah. Model pembangunan hukum yang berkembang pun seharusnya memiliki tujuan akhir mengentaskan kemiskinan. Namun, kata Sulistyowati, pada tahapan implementasi reformasi hukum dan demokrasi hampir tak terwujud. Korupsi masih merajalela di birokrasi (pengadilan), system manajamen pengadilan masih kacau, dan terutama akses rakyat kepada institusi peradilan formal masih sulit, dan pemberdayaan hukum tidak sungguh-sungguh terjadi. "Kesemua ini perlu pembenahan masif, sehingga dapat tercipta pemberdayaan hukum," tuturnya.

Acara pengukuhan guru besar tersebut dihadiri Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Surya Darma Ali, Duta Besar Indonesia untuk Rusia Hamid Awalludin, serta Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Ketiga guru besar dikukuhkan di Balai . Diantaranya Sulistyowati Irianto sebagai Guru Besar Antropologi Hukum (Fakultas Hukum) dengan pidato bertajuk "Meretas Jalan Keadilan bagi Kaum Terpinggirkan dan Perempuan (Suatu Tinjauan Socio-Legal)", Uswatun Hasanah sebagai Guru Besar Keperdataan (Fakultas Hukum) dengan pidato bertajuk "Wakaf Produktif untuk Kesejahteraan Sosial dalam Perspektif Hukum Islam di Indonesia", serta Rosa Agustina sebagai Guru Besar (Fakultas Hukum) dengan pidato bertajuk "Perkembangan Hukum Perikatan di Indonesia: dari Burgerlijk Wetboek hingga Transaksi Elektronik".

Sementara itu, Prof Uswatun Hasanah (54) lebih memfokuskan diri pada kajian Islam dan Hukum Islam, khususnya berkenaan dengan Wakaf. Prof. Rosa Agustina (50 tahun) adalah Ketua Lembaga Kajian Hukum Perdata. Rosa telah menulis berbagai buku dan artikel dalam jurnal ilmiah serta menjadi pembicara. Kepeduliannya terhadap kajian Hukum Perdata, khususnya Hukum Perikatan, tampak kental melalui partisipasinya sebagai Ketua Lembaga Kajian Hukum Perdata serta dari beberapa karya ilmiahnya terkait dengan Hukum Perikatan.

Sementara Deputi Direktur Komunikasi UI Devie Rahmawati mengungkapkan, bahwa kehadiran guru besar dapat dibaca saatnya menciptakan masyarakat berbasis pengetahuan knowlide based society "Kehadiran guru besar menandai produksi pengetahuan luas, sekaligus menjadi jembatan antara universitas dan masyarakat.Besar harapan guru besar terus mendorong lahirnya hasil penelitian yang dapat diimplementasikan oleh masyarakat. Dengan sendirinya adegium UI sebagai menara gading runtuh dengan sendirinya," kata dia.

0 komentar: