Kamis, 10 Februari 2011

Wali Kota Depok Plesiran ke Jepang


DEPOK, Aneh-aneh saja ulah Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail. Ditengah memanasnya konstilasi politik di Kota Depok terkait isu sara yang dimainkan pihak-pihak tak bertanggungjawab. Yakni: konflik Ahmadiyah, pembakaran rumah ibadah di Temanggung, dan penyegelan Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) di Kota Bekasi. Wali kota justru memilih melakukan plesiran ke Jepang guna menjadi pembicara. Keanehan semakin menjadi-jadi ketika pelesiran tersebut tidak diketahui Ketua DPRD Depok, Rintis Yanto.
Menurut keterangan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok, Etty Suryahati kepada Ketua DPRD Rintis Yanto melalui sambungan telepon, Wali Kota Nur Mahmudi berkunjung ke Jepang untuk menjadi pembicara. “Kepergian wali kota atas undangan Wali Kota Ogama,” katanya.

Sekda menjelaskan, izin keberangkatan Nur Mahmudi sedang diproses Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Mengenai biaya keberangkatan dan segala pengeluaran selama di Jepang, terang dia, ditanggung pihak Jepang. “Wali kota sama sekali tidak menggunakan dana APBD,” ujar Etty.

Ketua DPRD mengaku sama sekali tidak mengetahui prihal keberangkatan Nur Mahmudi Ismail ke Jepang. Ia baru mengetahui keberangkatan orang nomor satu di Kota Depok itu setelah menelepon sekda. “Saya sama sekali tidak mengetahui hal itu. Kalau saya tidak telepon sekda mungkin saya tidak akan mengetahui sama sekali soal keberangkatan ini,” kata Rintis , Kamis (10/2).

Menurut Rintis, apa yang dilakukan wali kota sama sekali tidak pantas. Sebab, kondisi politik saat ini sangat rawan. “Kita sama sekali tidak dapat memprediksi kondisi saat ini. Bisa saja terjadi amuk massa di Depok. Warga membutuhkan seorang pemimpin dalam kondisi seperti itu,” kata dia.

Sekretaris DPC Demokrat Kota Depok itu menambahkan, langkah paling bijak yang dilakukan wali kota adalah melakukan koordinasi dengan seluruh usur Muspika untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal negatif. Faktanya, wali kota malah memilih menjadi pembicara ketimbang keselamatan warganya sendiri. “Kita berupaya semaksimal mungkin mengantisipasi agar kasus di Banten tidak menular ke Depok. Tetapi wali kotanya malah pergi keluar negeri. Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di Kota Depok, wali kota harus bertanggungjawab,” kata Rintis.

Lebih lanjut Rintis menyatakan mekanisme kepergian pejabat daerah itu memiliki aturan tersendiri. Setidaknya ada tiga peraturan yang mengatur persoalan ini. Yaitu Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2006 tentang Perjalanan Dinas ke Luar Negeri, dan Surat Edaran Menteri Sekretaris Negara Nomor D-32/m.setneg/setmen/07/2007 tentang Perjalanan Dinas ke Luar Negeri. “Seluruh peraturan ini harus ditaati,” kata dia.

Menurutnya, semua pejabat negara baik itu yang berada di pusat maupun di daerah ataupun anggota DPRD yang hendak berangkat keluar negeri harus mendapat izin dari Mendagri. “Saya ragu kalau wali kota mematuhi aturan ini. Saya belum mengecek secara langsung. Namun, sekda mengatakan izin tersebut tengah diproses,” kata dia.

Dia mengingatkan, izin kepergian keluar negeri harus tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Proses izin itu pun diyakini tidak mudah. Karena alasan kepergian harus tepat. Selain itu pula, Rintis menyebutkan prosedur lain dari kepergian ke luar negeri adalah berkoordinasi dengan lembaga legislatif. Hal itu diperlukan sebagai langkah menjaga sitausi lok al yang kemungkinan mendesak. “Yang saya tanyakan, kenapa tidak berkoordinasi dengan legislatif,” kata dia.

Dia menyebut kepergian Nur Mahmudi Ismail itu terkesan sembunyi-sembunyi. Karena terbukti tidak berkoordinasi. Bahkan tak satupun pimpinan dewan yang mengetahui kepergian tersebut.

Secara terpisah, Kabag Humas dan Protokoler Kota Depok, Hanni Hamidah membenarkan kepergian wali kota ke luar negeri. Perjalanan itu dilakukan atas undangan Wali Kota Ogama, Jepang. “Keberangkatan wali kota tidak sendiri. Bapak pergi bersama mahasiswa UI dan dosen,” kata dia.

Hanni memasitkan undangan tersebut dijadwalkan sampai 15 Febuari 2011. Untuk menjadi pembicara dalam penanganan sampah di kalangan remaja. Ditanya mengenai sumber anggaran kepergian itu, dia membantah jika biaya kepergian ke luar negeri menggunakan dana APBD. Semua biaya ditanggung oleh pemerintah Kota Ogama Jepang. “Wali kota ke Jepang dalam rangka menjadi pembicara soal sampah,” kata dia.

0 komentar: