Senin, 27 Desember 2010

Banpol PP Kota Depok Terancam Dibubarkan


DEPOK, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dinilai lengah sehingga tidak mencantumkan keberadaan Bantuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam mata Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2011. Padahal, keberadaan Banpol PP dalam membantu Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) menegakkan peraturan daerah (perda) patut diacungkan jempol. Bahkan boleh dikatakan Banpol PP merupakan ujung tombak di lapangan. “Kalau bicara kinerja Banpol PP, saya acungkan jempol. Tapi sayangnya pemkot tidak mengajukan anggaran bagi Banpol di tahun 2011. Padahal, tahun 2010 ini mereka sudah habis masa kontraknya,” kata Ketua DPRD Kota Depok, Rintis Yanto, Senin (27/12).


Keberadaan Banpol PP sesungguhnya tidak bertentangan dengan aturan perundang-undangan jika diterapkan sesuai Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa. Itu artinya, Banpol PP dapat dikelompokan kedalam mata anggaran barang dan jasa. “Mengaca pada aturan tersebut, Dinas Satpol PP tidak diperkenankan melakukan rekrutman terhadap anggota Banpol. Untuk melakukan rektutman dibutuhkan pihak ketiga melalui tender,” kata Rintis.

Rintis menuturkan, agar pengadaan barang/jasa pemerintah yang dibiayai dengan (APBD) dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Berpegang pada prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak. Sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah. “Kalau melihat fakta di lapangan keberadaan Banpol PP sangat membantu. Lagian SDM Satpol PP sangat kurang,” katanya.

Sekretaris DPC Partai Demokrat (PD) Kota Depok itu sangat prihatin dengan nasib 166 Banpol PP. Namun, ia mengaku tidak dapat berbuat banyak lantaran Pemkot Depok tidak menganggarkan keberadaan Banpol PP di dalam APBD 2011. “Saya sangat prihatin dengan nasib mereka. Semenjak Banpol PP ada, PKL, pengemis, dan terminal menjadi tertib. Tapi DPRD tidak dapat memaksakan Pemkot Depok,” kata Rintis.

Anggota DPRD dapil Cimanggis itu meminta Wali Kota Nur Mahmudi Ismail melakukan sosialisasi pembubaran Banpol. Hal itu dilakukan agar anggota Banpol dan keluarganya tidak lagi menaruh harapan besar. “Saya minta wali kota dan dinas terkait melakukan sosialisasi,” kata Rintis.

Secara terpisah, Kepala Seksi Pengendalian Operasi Satpol PP Kota Depok Diki Erwin mengaku tidak mengetahui rencana pembubaran Banpol. Dia mengatakan, bahwa tenaga Banpol yang berjumlah 166 orang itu sangat dibutuhkan. Sebab, satpol PP kekurangan tenaga untuk menegakkan perda.

Dikatakan Diki, jumlah petugas satpol PP saat ini 100 orang, terdiri atas 13 pejabat struktural dan pejabat fungsional, staf, dan 2 tenaga tenaga kontrak. Jumlah tersebut terbagi ke dalam 31 staf administrasi dan 69 petugas lapangan.

Ia menambahkan, ke-69 petugas lapangan itu dibagi ke unit reaksi cepat (URC) 10 orang, pengamanan gedung DPRD 15 orang, dan pengamanan rumah jabatan 11 orang. “Sejujurnya kami kekurangan tenaga untuk menegakkan perda. Kalau ada penertiban yang membutuhkan banyak petugas maka ada beberapa pos yang harus dikosongkan,” kata Diki.
Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Kota Depok Qurtifa Wijaya meminta pemkot tidak membubarkan Banpol PP. Sebaiknya para anggota banpol itu tetap dipekerjakan dengan status outsourcing.“Saya meminta Pemkot Depok mempekerjakan kembali Banpol pada tahun 2011. Sesuai dengan PP 48 Tahun 2005 mereka dapat dipekerjakan kembali melalui orang ketiga atau outsourcing,” kata dia.

Menurut kader PKS itu, pembubaran banpol yang merupakan tenaga kontrak karena tidak diatur dalam PP No 48/2005 bisa berbuntut panjang. Karena, akan banyak yang meminta agar tenaga kontrak seperti penyapu jalanan ataupun satuan tugas banjir dibubarkan juga. “Tidak masalah dilakukan tender terlebih dahulu. Kalau harus menunggu empat bulan kerja lagi tidak masalah,” kata dia.

Dikatakan Qurtifa, permasalahan tersebut sudah dibahas dalam rapat komisi. Karena itu pihaknya meminta agar rekomendasi DPRD dilaksanakan oleh pemkot. Salah satu alasan yang tercantum dalam rekomendasi itu adalah banpol turut serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Iskandar Hadji



TOLONG BERI KAMI KESEMPATAN

Gurat kekhawatiran terlihat pada wajah Fatiah (26). Ibu satu anak itu sudah bekerja menjadi Banpol PP sejak 2008. Ia berharap Banpol PP tidak dibubarkan, karena ia dan keluarganya menggantungkan kehidupan dapurnya pada pekerjaan itu. “Tolong Banpol PP jangan dibubarkan. Kami menggantungkan kehidupan kami dan keluarga dari pekerjaan ini. Apa salah kami,” kata dia.

Warga Kelurahan Cipayung, Kecamatan Cipayung, Kota Depok itu sama sekali tidak mengetahui kalau Pemerintah Kota (Pemkot) Depok tidak lagi menganggaarkan keberadaan Banpol PP. “Kami optimis, keberadaan kami masih sangat dibutuhkan. Semenjak ada Banpol, pekerjaan Satpol PP menjadi lebih mudah,” kata Fatiah.

Fatiah mengatakan, mereka sepertinya hanya menjadi korban politik. Pasalnya, bila dilihat dari kenerja selama keberadaan Banpol PP di Kota Depok boleh dikatakan Banpol PP sangat membantu Pemkot Depok. Baik dalam menertibkan perda maupun menambah pendapatan asli daerah (PAD). “Kalau kami punya salah ya tolong dibeberkan apa salah kami, sehingga kami harus dibubarkan seperti ini,” kata orang tua dari Oji (4,5).

Pernyataan senada juga diutarakan, Halimatusyadiah (25). Menurut wanita berjilbab ini, Pemkot Depok harus melakukan sosialisasi terhadap rencana pembubaran Banpol PP. Hal itu dilakukan agar tidak ada keresahan di dalam tubuh Banpol PP. “Kontrak kami habis bulan ini. Kalau memang dibubarkan ya tolong disosialisasikan sebulan sebelumnya,” katanya terbata-bata.

Diah mengaku sudah mendengar dukungan keberadaan Banpol PP dari anggota Komisi A DPRD Depok. Namun, ia memohon agar Wali Kota Nur Mahmudi Ismail mencari solisi terbaik terhadap nasib raturan Banpol PP. “Kami inginnya tetap di bawah Dinas Satpol PP. Tapi kalau dijadikan outsourcing tidak masalah,” kata wanita yang bertugas di gedung DPRD itu.

0 komentar: