DEPOK, Atot hadiyat (54), orangtua Santika Maelana Sastraprawira (13), seorang siswa murid Lembaga Bahasa dan Pendidikan Profesional (LBPP) LIA, Kota Depok, bakal mempolisikan seorang pengajar LIA bernama Sri Utami Cahyasari lantaran diduga telah menampar anaknya sewaktu proses belajar mengajar pada hari Senin (10/8) kemarin. "Saya akan laporkan guru itu kepolisi kalau anak saya sampai mengalami terauma," katanya saat ditemui di LBPP LIA Depok, Selasa (11/8).
Menurut Atot, Sansan panggilan akrab Santika Maelana Sastraprawira dipukul pada bagian pipi oleh gurunya bernama Sri Utami Cahyasari lantaran dituduh tidak memperhatikan proses belajar mengajar."Sewaktu pulang khursus Sansan menangis. Dia mengadukan apa yang menimpanya ketika les kemarin. Sansan jarang sekali mengadu kalau tidak terjadi," katanya.
Selain Sansan, kata Atot, dua orang siswa lainnya bernama Kevin dan Lingga juga mengalami hal yang sama. Saat ini ketiga anak itu terdaftar dalam kelas English for Children (ET) tingkat tiga. "Waktu di kelas, gurunya bilang semua anag mempersiapkan buku latihan. Namun, karena Sansan tidak mendengar kemudian, ia bertanya kepada teman di sebelahnya. Saat itulah dia dipukul karena dituduh mengobrol dengan temannya. Padahal dia hanya bertanya karena tidak jelas mendengar perkataan gurunya," ucapnya berang.
Dia mengatakan, akibat mengalami peristiwa mengecewan itu kini Sansan menjadi trauma dan meminta untuk pindah tempat kursus. Sansan masuk di LBPP LIA Depok pada kelas ET tingkat tiga beberapa bulan lalu. Atot minta pertanggungjawaban guru sekaligus Kepala Cabang LBPP LIA Depok. "Saya sudah bertemu dengan Ibu Erna selaku kepala cabang di sini. Dan rencanaya akan ada pertemuan antara orang tua, murid dan guru yang bersangkutan," terangnya.
Sayangnya, saat menemui kepala cabang Atot tidak bersama Sansan lantaran sedang bersekolah. "Saat ini Sansan sedang sekolah jadi tidak bisa ikut menyelesaikan masalah ini," tandas Atot.
Sementara Sri Utami Cahyasari membantah tuduhan telah melakukan pemukulan atau penamparan pada wajah Sansan. Menurut dia, tuduhan yang dilontarkan Atot sama sekali tidak benar. Bahkan ia menilai keterangan Atot berlebihan. "Saya sama sekali tidak pernah melakukan kekerasan fisik seperti yang dituduhkan. Apa yang diucapkan Bapak Atot itu sangat berlebihan," katanya.
Sri mengaku bahwa pada hari itu dirinya kesal melihat tingkah laku murid-murid lelaki yang dinilainya tidak fokus terdahap materi yang diberikan. Mereka terlihat asik dengan kegiatan mereka sendiri ketika berada di dalam kelas. Dari 19 anak murid yang hadir kemarin, kata Utami, sembilan orang diantaranya yang merupakan murid laki-laki, termasuk Sansan tidak mendengarkan ucapan dirinya. "Saya memang kesal. Dan satu hal yang saya lakukan saat itu adalah menendang tempat sampah dekat pintu masuk kelas. Saya sama sekali tidak memukul anak murid saya," ungkapnya kepada wartawan ditemui di ruang Kepala Cabang LBPP LIA Depok.
Selama mengajar Sansan di kelas, tutur Utami mengaku kewalahan mengatasi dia. Pasalnya, Sansan termasuk dalam kategori murid yang agak aktif. Dari awal pertemuan hingga pertemua terakhir kemarin, Sansan sering tidak memperhatikan pelajaran yang diberikan dirinya. "Dia anak yang tidak memperhatikan pelajaran. Dia tidak bodoh tetapi kurang memperhatikan saja," ungkap Utami yang telah enam tahun mengajar di LBPP LIA Depok.
Sementara itu, Kepala Cabang LBPP LIA Depok Erna Sirait mengatakan akan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Diakui murid-murid seperti Sansan memang ada dan banyak, namun selama ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan. "Untuk laporan kasus seperti ini baru pertama kali terjadi," kata Erna mendampingi Utami. Erna sangat tidak membenarkan tenaga pengajar di yayasan yang dipimpinnya menggunakan kekerasan, apalagi kekerasan fisik. "Konsep pengajaran kami adalah fun learning," ucapnya.
Dia berharap agar tidak terjadi kejaidan serupa dan Sansan juga dapat kembali belajar. "Bagaimanapun pengetahuan bahasa Inggris itu penting. Jadi jangan samapai anak-anak trauma dan tidak mau belajar lagi," kata Erna.
Menurut Atot, Sansan panggilan akrab Santika Maelana Sastraprawira dipukul pada bagian pipi oleh gurunya bernama Sri Utami Cahyasari lantaran dituduh tidak memperhatikan proses belajar mengajar."Sewaktu pulang khursus Sansan menangis. Dia mengadukan apa yang menimpanya ketika les kemarin. Sansan jarang sekali mengadu kalau tidak terjadi," katanya.
Selain Sansan, kata Atot, dua orang siswa lainnya bernama Kevin dan Lingga juga mengalami hal yang sama. Saat ini ketiga anak itu terdaftar dalam kelas English for Children (ET) tingkat tiga. "Waktu di kelas, gurunya bilang semua anag mempersiapkan buku latihan. Namun, karena Sansan tidak mendengar kemudian, ia bertanya kepada teman di sebelahnya. Saat itulah dia dipukul karena dituduh mengobrol dengan temannya. Padahal dia hanya bertanya karena tidak jelas mendengar perkataan gurunya," ucapnya berang.
Dia mengatakan, akibat mengalami peristiwa mengecewan itu kini Sansan menjadi trauma dan meminta untuk pindah tempat kursus. Sansan masuk di LBPP LIA Depok pada kelas ET tingkat tiga beberapa bulan lalu. Atot minta pertanggungjawaban guru sekaligus Kepala Cabang LBPP LIA Depok. "Saya sudah bertemu dengan Ibu Erna selaku kepala cabang di sini. Dan rencanaya akan ada pertemuan antara orang tua, murid dan guru yang bersangkutan," terangnya.
Sayangnya, saat menemui kepala cabang Atot tidak bersama Sansan lantaran sedang bersekolah. "Saat ini Sansan sedang sekolah jadi tidak bisa ikut menyelesaikan masalah ini," tandas Atot.
Sementara Sri Utami Cahyasari membantah tuduhan telah melakukan pemukulan atau penamparan pada wajah Sansan. Menurut dia, tuduhan yang dilontarkan Atot sama sekali tidak benar. Bahkan ia menilai keterangan Atot berlebihan. "Saya sama sekali tidak pernah melakukan kekerasan fisik seperti yang dituduhkan. Apa yang diucapkan Bapak Atot itu sangat berlebihan," katanya.
Sri mengaku bahwa pada hari itu dirinya kesal melihat tingkah laku murid-murid lelaki yang dinilainya tidak fokus terdahap materi yang diberikan. Mereka terlihat asik dengan kegiatan mereka sendiri ketika berada di dalam kelas. Dari 19 anak murid yang hadir kemarin, kata Utami, sembilan orang diantaranya yang merupakan murid laki-laki, termasuk Sansan tidak mendengarkan ucapan dirinya. "Saya memang kesal. Dan satu hal yang saya lakukan saat itu adalah menendang tempat sampah dekat pintu masuk kelas. Saya sama sekali tidak memukul anak murid saya," ungkapnya kepada wartawan ditemui di ruang Kepala Cabang LBPP LIA Depok.
Selama mengajar Sansan di kelas, tutur Utami mengaku kewalahan mengatasi dia. Pasalnya, Sansan termasuk dalam kategori murid yang agak aktif. Dari awal pertemuan hingga pertemua terakhir kemarin, Sansan sering tidak memperhatikan pelajaran yang diberikan dirinya. "Dia anak yang tidak memperhatikan pelajaran. Dia tidak bodoh tetapi kurang memperhatikan saja," ungkap Utami yang telah enam tahun mengajar di LBPP LIA Depok.
Sementara itu, Kepala Cabang LBPP LIA Depok Erna Sirait mengatakan akan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan. Diakui murid-murid seperti Sansan memang ada dan banyak, namun selama ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan. "Untuk laporan kasus seperti ini baru pertama kali terjadi," kata Erna mendampingi Utami. Erna sangat tidak membenarkan tenaga pengajar di yayasan yang dipimpinnya menggunakan kekerasan, apalagi kekerasan fisik. "Konsep pengajaran kami adalah fun learning," ucapnya.
Dia berharap agar tidak terjadi kejaidan serupa dan Sansan juga dapat kembali belajar. "Bagaimanapun pengetahuan bahasa Inggris itu penting. Jadi jangan samapai anak-anak trauma dan tidak mau belajar lagi," kata Erna.
1 komentar:
pasti murid nya ngadu berlebihan
emang sih miss utami galak, tapi ngajar nya bener kok
salah muridnya aja yg belagu ga mau dengerin
Posting Komentar