DEPOK, Unjuk rasa menentang rencana pelantikan wali kota dan wakil wali kota versi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Depok pada (26/1) rencananya akan digelar beberapa titik, yakni: Jalan Margonda, Jalan Kartini, Jalan Arif Rahman Hakim, dan Jalan Juanda serta gedung DPRD Kota Depok. Setiap titik akan diikuti 500 sampai 700 massa. “Kami mohon maaf bila ada masyarakat yang terganggu dengan aksi unjuk rasa yang kami lakukan. Kami minta maaf juga bila dalam aksi kami menyebabkan Depok lumpuh,” kata koordinator aksi Dewan Presidium Rakyat Menggugat (DPRM), Corles Haliwela, Minggu (16/1).
Corles mengatakan, aksi akan digelar mulai pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai. Corles mengatakan, unjuk rasa tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan pelantikan wali kota dan wakil wali kota versi KPU Depok. Padahal, masih ada polemik hukum. “Kami minta aparat kepolisian segera menangkap Ketua KPU Depok M Hasan, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Mabes Polri pada tahun 2005,” kata dia.
Menurut Corles, banyak pihak menduga status M Hasan sebagai tersangka dijadikan pihak-pihak tertentu untuk melakukan bargening politik. Ia bertugas memenangkan kelompok tertentu dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 16 Oktober lalu. “Kami minta KPU Pusat memecat M Hasan,” kata dia.
Sementara itu, Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat (PD) Kota Depok, Murthada Sinuraya menegaskan, demostrasi tidak hanya melibatkan para aktivis pro demokrasi dan simpatisan partai politik (parpol) melainkan seluruh masyarakat Depok yang peduli dengan demorasi. “Minimal kita akan mengerahkan 700 massa. Kalau masyarakat terlibat maka aksi ini akan diikuti lebih dari 700 orang,” kata dia.
Murthada melihat, para petinggi di negeri ini sudah buta dan tuli melihat
karut-marut Pilada Depok. Para petinggi hukum hanya mengedepankan ego. Berpihak pada kelompak yang mereka sukai saja. Dengan dalih putusan PTUN belum inkrah. “Putusan PTUN merupakan pembatalan tahapan pilkada. Sepertinya, Depok dibiarkan memanas, karena rakyat Depok melihat ketidak adilan dalam hukum,” kata dia.
Ia menambahkan, sebaiknya masyarakat Depok melakukan penolakan pelantikan sebelum ada kepastian hukum. “Tindak tegas oknum aparat negara seperti KPU Depok, Gubernur Jabar, dan Mendagri yang telah mencederai demokrasi yang berdasar hukum dan atau tidak taat hukum,” kata Murthada.
Terpisah, Ketua DPD Partai Golkar Depok, Babai Suhemi pada Jurnal Nasional mengatakan, bahwa ia tidak mendukung ataupun menolak demostrasi yang dilakukan para aktivis Kota Depok. Namun, secara esensi terdapat kesamaan arah perjuangan yakni meminta pelantikan ditunda sampai polemik hukum antardua lembaga hukum selesai. “Kami tidak menolak pelantikan, kami hanya meminta pelantikkan ditunda sampai ada kepastian hukum,” katanya.
Babai mengatakan, pada hakekatnya fraksi-fraksi di DPRD Depok siap melantik Nur Mahmudi Ismail-Idrus Abdul Somad jika polemik dua putusan lembaga hukum yakni Mahkamah Konstitusi (MK) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) selesai. Artinya, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan putusan terhadap perkara pilkada di Depok. “Saya berharap PKS dan tim sukses Nur-Idris bersabar. Toh kalau MA sudah mengeluarkan putusan, kita pasti menerima,” kata dia.
Pria yang juga menjabat sebagai ketua Fraksi Golkar di DPRD Kota Depok itu mengatakan, di DPRD sudah ada empat fraksi yang meminta penundaan pelantikan. “Surat tersebut sudah kita sampaikan langsung ke Ketua DPRD Depok Rintis Yanto. Selanjutnya ketua mengirimkan surat tersebut ke gubernur,” kata Babai.
Babai mengingatkan, KPU Depok tidak dapat mengabaikan putusan PTUN. Artinya, KPU secara hukum masih memiliki kesalahan terhadap polemik hukum yang terjadi dalam pilkada Depok. “Mereka harus bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pilkada di Depok. Mereka tidak dapat lepas tangan terhadap kejadian masalah yang ada sekarang,” tegasnya.
Di tempat sama, Ketua OPP DPC Partai Demorat Kota Depok, Eddy Sitorus meminta kepastian hukum terkait hasil pilkada. “DPRD bukan menghambat rencana pelantikan wali kota terpilih. Tapi, kita hanya minta kepastian hukum hasil pilkada,” katanya.
Ia menegaskan, DPRD tidak pernah menolak pelantikan wali kota dan wakil wali kota yang telat ditetapkan KPU Depok. Hanya saja, kata dia, pihaknya memiliki kewajiban meluruskan putusan KPUD. Ia menambahkan, sebelum ditetapkan empat pasangan calon, seharusnya KPUD menunggu keputusan PTUN. Karena proses awal bermasalah. “Kita hanya tidak ingin, kalau pelantikan itu cacat hukum. Ini juga sebagai media pembelajaran politik, jangan sampai nanti masyarakat menganggap wali kota cacat hukum dan bermasalah,” kata Eddy.
Eddy mengatakan, hasil PTUN merupakan produk hukum yang memiliki kekuatan hukum. Tidak boleh sebuah produk hukum diabaikan begitu saja. Dirinya meminta agar Mendagi melakukan kajian ulang dan melihat produk hukum lainnya. “Kita minta agar pusat dapat menyelesaikan permasalahan ini. Masa hasil produk hukum kok diabaikan begitu saja dan tidak ditaati,” katanya.
Senin, 17 Januari 2011
Pendemo Ancam Lumpuhkan Depok
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar