Rabu, 08 Desember 2010

Ketua PBNU : UU Monopoli Belum Berlaku Efektif


DEPOK, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Agil Siroj menuturkan, Undang-undang (UU) No.5 tahun 1999 mengenai Anti Monopoli dan Persaingan Usaha belum berlaku efektif. Pasalnya, sejumlah individu-individu dan kelompok telah mengusai sumber daya alam (SDA) Indonesia. “Di Provinsi Kalimantan ada badan yang menguasai batu bara hingga 10 ribu meter kubik. Padahal, seharusnya SDA tersebut dimiliki rakyat,” kata Said Agil Siroj saat kuliah umum di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI), Depok, Rabu(8/12).

Dingungkapkan Said, SDA Indonesia berupa air, api, dan rumput harus menjadi milik bersama. Bukan dikuasai perseorangan atau badan tertentu. Dia mencontohkan, beberapa badan kini telah menguasai sumber daya air dengan melakukan pematokan di sejumlah wilayah. Demikian halnya dengan api dan gas bumi. “Padahal seharusnya rakyat dapat menikmati SDA tersebut,” kata dia.

Sebagaimana tertuang dalam pasal 33, bahwa sumber daya alam dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pasal tersebut melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang-seorang. “Dengan kata lain monopoli, oligopoli maupun praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam adalah bertentangan dengan prinsip pasal 33,” katanya.

Said menambahkan, kondisi Indonesia sangat ironis saat ini. Mayoritas penduduk miskin Indonesia justru berada di daerah pinggiran dekat SDA. Misalnya di dekat pantai, perkebunan, dan daerah pertanian. Untuk itu diperlukan usaha merubah situasi tersebut. “Diperlukan suara yang sama dalam aturan untuk air, migas dan sumber daya lainnya. Tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat,” terang ahli filsafat Asia itu.
Said menuturkan, kunci pembangunan perekonomian nasional harus kembali pada norma konstitusi. Bantuan modal asing dinilai tidak terlalu penting dalam membangun ekonomi nasional. “Yang terpenting adalah menyediakan pasar. Bila produksi terserap pasar dengan harga memadai, maka mereka akan mencari modal sendiri,” ujarnya.

Ia menambahkan, melihat amanat konstitusi tersebut maka secara gamblang dapat dilihat banyak masalah disektor ekonomi. Pertama, system perekonomian dengan spirit pasar bebas dan persaingan bebas yang digerakan GATT maupun WTO dengan sendirinya bertentangan dengan azas kekeluargaan dam gotong royong sebagaimana dikehendaki kostitusi.

Mekanisme pasar bebas, lanjut Said dinilai tidak dapat melindungi ekonomi rakyat. Sebab, dalam persaingan ini, rakyat berada dalam posisi lemah. Padahal, saat krisis ekonomi melanda Indonesia, sistem perekonomian kerakyatan yang membangun ekonomi nasional. “Perlu ada campur tangan negara untuk melindungi mereka,” kata dia.

0 komentar: