DEPOK, Sosialisasi terhadap penggunaan helm standar nasional Indonesia (SNI) tak cukup hanya diberikan kepada para pengendara sepeda motor, melainkan harus juga disosialisasikan kepada para pedagang helm yang berjualan di Kota Depok. Dua komponen penting tersebut harus dihimbau agar pelaksanaan UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas; setiap pengendara sepeda motor harus mengenakan helm standar nasional Indonesia. Bagi mereka yang tidak mengenakan akan dikenakan sanksi sebesar Rp 250 ribu dapat berjalan. "Kami akan menghimbau seluruh pedagang helm di Kota Depok untuk menjual helm sesuai standar. Apalagi, sudah ada peraturan yang mengikatnya," kata Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Depok, Kompol Slamet Widodo, Jumat (2/4).
Widodo mengatakan, helm SNI telah melalui pengujian sehingga mampu memberikan keamanan bagi pengendara motor. Beda halnya dengan helm “cetok” atau helm biasa yang tidak mampu melindungi seluruh kepala. Namun, ia tidak dapat membantah bahwa hingga kini masih banyak pengendara motor yang merasa berat untuk membeli helm SNI. Apalagi harga helm ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan helm biasa. Jika helm biasa dapat dibeli dengan harga Rp 15 ribu, maka untuk mendapatkan helm SNI, konsumen harus mengeluarkan kocek sampai Rp 125 ribu atau Rp150 ribu. Melihat realitas tersebut, maka pihaknya belum akan mengenakan sanksi kepada pengendara yang masih mengenakan helm cetok. "Kita menyadari itu, makanya kita tidak langsung menerapkan sanksi tilang, tapi kita kasih teguran terlebih dahulu," katanya.
Sementara itu, Vita (26) salah seorang pengendara sepeda motor sama sekali tidak mengetahui kalau sanksi denda yang diterapkan bagi para pengguna helm biasa mencapai angka Rp250 ribu. "Masa sih, bagaimana kalau sekarang saja kami tidak memiliki uang untuk beli helm," katanya.
Vita mengatakan, dirinya pasrah saja kalau saat ini diberhentikan pihak kepolisian. "Mau apa lagi, kalau ditilang dengan angka Rp250 ribu saya ga punya. Tapi bulan depan saya janji akan beli helm SNI," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Rudi, menurutnya, pemberlakuan UU No 22 tahun 2009 tidak dapat sekonyong-konyong diterapkan. "Saya berharap ada toleransi dari pihak kepolisian Depok," harapnya. Namun, ia hanya pasrah bila saat ini dirinya ditilang. "Ya pasarah lah," ucapnya.
Sementara Rangkuti, salah seorang pedagang helm pinggir jalan mengatakan, dirinya untuk saat ini belum mampu menjual helm standar nasional karena untuk menjual helm berstandar nasional dibutuhkan modal cukup banyak. "Modal saya sangat sedikit," ucapnya.
Rangkuti mengatakan, agar usahanya tidak menjadi masalah, ia akan menjual barang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Saya tidak mau dagangan saya disita hanya karena berjualan tidak sesuai peraturan," kata dia.
Widodo mengatakan, helm SNI telah melalui pengujian sehingga mampu memberikan keamanan bagi pengendara motor. Beda halnya dengan helm “cetok” atau helm biasa yang tidak mampu melindungi seluruh kepala. Namun, ia tidak dapat membantah bahwa hingga kini masih banyak pengendara motor yang merasa berat untuk membeli helm SNI. Apalagi harga helm ini jauh lebih mahal dibandingkan dengan helm biasa. Jika helm biasa dapat dibeli dengan harga Rp 15 ribu, maka untuk mendapatkan helm SNI, konsumen harus mengeluarkan kocek sampai Rp 125 ribu atau Rp150 ribu. Melihat realitas tersebut, maka pihaknya belum akan mengenakan sanksi kepada pengendara yang masih mengenakan helm cetok. "Kita menyadari itu, makanya kita tidak langsung menerapkan sanksi tilang, tapi kita kasih teguran terlebih dahulu," katanya.
Sementara itu, Vita (26) salah seorang pengendara sepeda motor sama sekali tidak mengetahui kalau sanksi denda yang diterapkan bagi para pengguna helm biasa mencapai angka Rp250 ribu. "Masa sih, bagaimana kalau sekarang saja kami tidak memiliki uang untuk beli helm," katanya.
Vita mengatakan, dirinya pasrah saja kalau saat ini diberhentikan pihak kepolisian. "Mau apa lagi, kalau ditilang dengan angka Rp250 ribu saya ga punya. Tapi bulan depan saya janji akan beli helm SNI," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan Rudi, menurutnya, pemberlakuan UU No 22 tahun 2009 tidak dapat sekonyong-konyong diterapkan. "Saya berharap ada toleransi dari pihak kepolisian Depok," harapnya. Namun, ia hanya pasrah bila saat ini dirinya ditilang. "Ya pasarah lah," ucapnya.
Sementara Rangkuti, salah seorang pedagang helm pinggir jalan mengatakan, dirinya untuk saat ini belum mampu menjual helm standar nasional karena untuk menjual helm berstandar nasional dibutuhkan modal cukup banyak. "Modal saya sangat sedikit," ucapnya.
Rangkuti mengatakan, agar usahanya tidak menjadi masalah, ia akan menjual barang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Saya tidak mau dagangan saya disita hanya karena berjualan tidak sesuai peraturan," kata dia.

0 komentar:
Posting Komentar