Senin, 07 Februari 2011

DPRD Akan Panggil Kepala BPN Depok


DEPOK, Banyaknya laporan penyerobotan lahan fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) di Kota Depok membuat gerah anggota DPRD, khusunya Komisi A. Pasalnya, laporan warga tidak disatu lahan bermasalah, melainkan banyak lahan. Yang lebih parah lagi, penyerobot fasos-fasum biasanya mengantongi sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok. “Kita berencana meminta klarifikasi Kepala BPN Depok terkait lahan fasos-fasum yang bersertifikat. Kita tunggu saja jawaban Kepala BPN,” kata anggota Komisi A, Rahmin Siahan menjawab pertanyaan Jurnal Nasional, Senin (7/2).

Rahmin mengingatkan, penyerobotan aset daerah merupakan pelanggaran serius. Apalagi sampai melibatkan aparatur negara, seperti petugas BPN atau pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. “Kita tidak menuduh, kita akan melakukan kelarifikasi terhadap semua pihak,” katanya.

Di tempat sama, Sekretaris komisi A, DPRD Kota Depok, Karno melihat sengketa lahan lebih banyak disebabkan legitimasi ganda dari pemerintah. Artinya BPN menerbitkan sertifikat atas lahan yang sama.

Data terakhir kasus penyerobotan, terang kader Partai Demokrat, terjadi di areal komplek PELNI, Sukmajaya, Depok. Lahan seluas 556 meter persegi yang merupakan aset fasos-fasum secara mendadak diakui pemiliknya. ”Yang menjadi persoalan kan ada sertifikat atas lahan yang disengketakan itu. Padahal warga tahu kalau itu milik perumahan. Ini yang memicu konflik,” ujar Karno.

Karno menuturkan, dalam kasus tersebut ada status kepemilikan lahan yang tidak tegas. Warga berpedoman pada siteplan milik PT Gema Setia No.593.82/SK/62/Pem.UM/62, yang menunjukan bahwa lahan tersebut merupakan area fasos-fasum. Sedangkan sang pemilik memiliki sertifikat yang dikeluarkan BPN. “Warga yakin seratus persen kalau siteplan pengembang perumahan tidak pernah berubah. Makanya kita berupaya menyelesaikan sengketa ini. Kami akan tanyakan langsung ke Kepala BPN dan bagian aset Pemkot Depok,” kata dia.

Ia menambahkan, pemanggilan tersebut sangat penting untuk akurasi data. Sekaligus memastikan status lahan fasos-fasum milik pemerintah. Karno mengakui persoalan minimnya data lahan fasos-fasum. Harus segera diselesaikan.
Pemerintah perlu melengkapi data tersebut. Sedangkan BPN harus menyuplai kelengkapan data. ”Kalau kedua lembaga itu tidak terbuka, saya khawatir data lahan fasos-fasum bisa hilang,” kata dia.

Sementara perwakilan warga RW 18, Tony yang mendatangi gedung DPRD Depok menambahkan, pelaporan data fasos-fasum di perumahan PELNI sudah menjadi tugas seluruh warga. Agar permasalahan ini dapat disikapi pemerintah daerah. Dia berharap penyerahan berkas sengketa lahan fasos-fasu bisa membantu. Setidaknya komisi A DPRD Kota Depok dapat melihat duduk persoalannya. Jika perlu ada penyelesaian secara hukum.

0 komentar: