Senin, 11 Oktober 2010

DPRD Pertanyakan Swastanisasi Pengelolaan Apotek RSUD Depok


DEPOK, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok mempertanyakan penggunaan fasilitas apotek di dalam Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang dikelola pihak swasta. Apalagi dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Wali Kota Nur Mahmudi Ismail dan Wakil Wali Kota Yuyun Wirasaputra tidak ditemukan dan tidak pernah disinggung soal Account penerimaan sewa ruang untuk dijadikan apotek. Padahal hal itu bertentangan dengan surat edaran Gubernur Jawa Barat Ahmad Haryawan yang melarang asset Pemerintah Kota (Pemkot) disewakan ke pihak swasta. "Kenapa fasilitas apotek RSUD di kelola swasta. Pantas saja harga obat menjulang tinggi. Kalaupun di swastakan yang menjadi pertanyaan kita apa landasan dasarnya. Kenapa account nya tidak masuk dalam LKPJ wali kota," kata anggota Komisi A, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Rachmin Siahaan, Senin (11/10).

Menurutnya, dasar pertanyaan anggota Dewan lantaran apotek RSUD tersebut tidak mampu menyediakan obat patan dan obat generik yang memadai sehingga pasien membeli obat ke apotek di luar rumah sakit. Harganya jauh lebih murah. "Pendapatan pemerintah dari sewa apotek swasta paling-paling hanya Rp50 juta per tahun. Padahal, jika apotek pemerintah dimaksimalkan, tidak mustahil, pendapatan pemerintah yang masuk dari pelayanan farmasi saja bisa melebihi jumlah tersebut," kata Rachmin.

Rachmin mengatakan, ia sering mendapat laporan dari warga bahwa sejak apotek dikelola pihak swasta harga obat jauh lebih mahal bila dibandingkan dengan harga obat di apotek di luar. Yang menjadi pertanyaan dewan, apakah RSUD tidak mampu mengelola apotek sendiri?. "Kenapa RSUD Kota Depok tidak mengelola sendiri fasilitas apotek yang ada. Koq pihak swasta bisa menggunakan gedung pemerintah untuk kepentingan bisnis, bagaimana pula mekanisme dan pembagian keuntungannya ?," tanya dia.

Rachmin mengingatkan, kondisi RSUD saat ini sangat memprihatinkan. Kondisinya, hanya ada ruangan pasien. Untuk kelas 3 terdapat 10 tempat tidur, kelas 2 terdapat 10 dewasa dan 10 untuk anak-anak. Di ruang perawatan kebidanan terdapat 8 tempat tidur. Ruang perawatan bedah 8 tempat tidur. Ruang isolasi anak terdapat 2 tempat tidur. Isolasi dewasa 2 tempat tidur, kelas 2 sebanyak 4 tempat tidur. "Ini kan tidak sebanding dengan jumlah penduduk Depok yang mencapai 1,5 jt jiwa. Sementara itu anggaran puluhan miliar. Sekarang kalau apotek di kelola swasta bagaimana ceritanya," kata dia.

Hal senada juga diutarakan Sekretaris Komisi A, Karno. Menurutnya, Pemkot Depok belum memiliki peraturan daerah (perda) soal penyewaan asset pemkot terhadap swasta. "Berani-beraninya pihak Dinkes menyewakan ruang RSUD untuk kepentingan swasta," katanya.

Karno tidak melarang jika memang pemerintah membuat peraturan soal sewa menyewa. Uang yang didapatkan dari hasil sewa menyewa tersebut dimasukan kedalam kas daerah. "Yang menjadi pertanyaan saya account-nya bagaimana. Kalau mau dimasukkan ke dalam kas daerah kan harus ada administrasinya. Dan hal itu sudah diatur," kata dia.

Salah seorang keluarga pasien penyakit paru-paru Ny Asnawati (45), warga Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok mengakui, meski RSUD milik Pemkot Depok tapi harga obat-obat yang djual di apotek tidak dapat dijangkau bagi warga miskin. "Tujuan kami kan datang berobat ke sini, karena keuangan kami tidak mampu berobat ke rumah sakit swasta. Tapi, justru harga obat-obat di apotek lebih mahal," kata Asnawati.

Dikatakannya, dia sudah beberapa kali mempertanyakan kepada pihak pengelola apotek di RSUD tapi jawaban yang diterimanya bahwa harga obat-obat saat ini sedang mahal. "Saya curiga dengan apotek di RSUD itu, sebab ketika kita membelinya dari luar ternyata harganya jauh berbeda," katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Hardiono mengakui, apotek RSUD Depok saat ini disewakan ke pihak swasta. Hal itu pun diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/menkas/sk/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. "Nama apotek belum ada ketentuan, terserah pihak penyewa. Soal perjanjian tanyakan langsung ke bagian perlengkapan," kata dia.

Ia meyakini sewa menyewa tidak berdapak pada kenaikan harga obat. Uang kontrakan pun disetorkan ke kas daerah dan bukan untuk pengelola RSUD. "Uang kontrakan langsung kita setorkan ke kas daerah," kata Hardiono.

0 komentar: