Kamis, 06 Januari 2011

Kuliah Gratis Bagi Hafidz Qur’an


DEPOK, Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya tidak akan kembali menghadap Allah dengan membawa sesuatu yang paling baik dari pada sesuatu yang berasal dari-Nya yaitu Al Quran. Hadist riwayat Jabir bin Nufair.

Sebuah bangunan berwarna putih di Jalan H Amat, RT006/RW01, Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat (Jabar) terlihat kokoh dan megah. Kendati masih terdapat beberapa potongan kayu didekat bangunan tersebut sebagai petanda pekerjaan bangunan itu belum selesai, namun kemegahan bangunan Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur'an, Al-Hikam Depok, sudah dapat dinikmati kemegahannya. Apalagi begitu diketahui bahwa bangunan itu digunakan untuk kampus para penghapal Quran. "Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur'an Al-Hikam didirikan untuk para penghapal Al-Qur'an. Mereka yang telah menghapal Qur'an sebanyak 30 jus, dan memiliki izasah setingkat SMA," kata pemilik pondok Kiai Haji (KH) Hasyim Muzadi, kepada Jurnal Nasional, kemarin.

Sekolah Tinggi Kulliatul Qur'an ini digratiskan bagi mereka yang penghapal Al-Qur'an sebanyak 30 jus. Mereka tinggal mengikuti seluruh materi yang derikan para pengajar tanpa harus mengeluarkan biaya. Upaya ini sebagai bentuk meniscayakan penguasaan dan pemahaman yang komprehensif terhadap kandungan ajar Islam yang terdapat dalam kitab suci itu. "Kenapa digratiskan, ya karena kebanyakan penghapal Qur'an adalah anak-anak kurang mampu. Anehnya, anak-anak orang kaya sulit menjadi penghapal Qur'an," kata mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU) itu.

Hasyim menuturkan, umat Islam harus dapat menganalisis setiap fenomena sosial yang secara langsung bersinggungan kehidupan umat. Namun, untuk menghadapi tantangan tersebut diperlukan upaya sadar mencetak kader-kader muslim potensial yang memahami ajaran Islam. "Di Indonesia saat ini ada 108 pondok pesantren penghapal Qur'an. Namun, sekolah ini merupakan kelanjutan dari itu semua. Mahasiswa dituntut mengerti agama, menghayati, dan memiliki," kata pria kelahiran Tuban 8 Agustus 1944.

Alumni Pondok Pesantren Gontor Ponoroga itu melanjutkan, umat Islam Indonesia sebenarnya memiliki potensi cukup besar untuk menjawab segala tantangan. Akan tetapi potensi besar itu belum berhasil diberdayakan melalui serangkaian program-program pendidikan dan pemberdayaan yang terencana dengan baik. Ia melihat, salah satu potensi besar yang belum tergarap maksimal adalah kader muslimat penghapal Qur'an yang hasilkan pondok-pondok pesantren atau lembaga khusus penghafal Al-Qur'an. "Jumlah penghapal Al-Qur'an di Indonesia sangat banyak. Sayangnya keunggulan jumlah ini belum sebanding dengan kontribusi dan peran mereka dalam kehidupan sosial," kata Hasyim.

Hasyim menuturkan, jika para penghafal Qur'an tersebut diberdayakan optimal, mereka akan menjadi kader muslim yang memahami ajaran Islam secara utuh, serta kontekstualnya dalam menjawab kebutuhan dan tantangan umat dewasa ini. "Pilihan sadar untuk memberdayaan penghapal Qur'an ini didasari beberapa argumen mendasar bahwa mereka memiliki kekuatan atau kelebihan, sekaligus memilki kelemahan," kata dia.

Pria lulusan IAIN Malang tahun 1969 itu mengatakan, pihaknya hanya membuka dua kelas. Satu kelas terdiri dari 20 anak. "Untuk tahun pertama baru dibuka kelas pria. Kelas wanitanya mungkin tahun kedua. Peresmian sekolah ini akan dilakukan tanggal 9 Januari ini," kata Hasyim.

Hasyim lebih jauh mengatakan, para hafidz Qur'an memiliki kelebihan dan kekurangan. Potensinya antara lain: mereka rata-rata berusia 18 sampai 23 tahun. Umumnya memiliki tingkat kesalehan yang tinggi. Hanya saja yang perlu dikhawatirkan adalah bagaimana kesalehan ini berlanjut menjadi kecerdasan dalam bingkai keilmuan. "Keilmuan harus dibingkai dalam kecerdasan," kata dia.

Mantan Ketua Anak Cabang GP Ansor Bululawang, Malang, tahun 1965 itu mengatakan, para penghapal Qur'an umumnya memiliki daya ingat kuat. Potensi daya ingat ini sangat dibutuhkan bagi proses pendidikan dan pelajaran pelbagai macam ilmu keislaman yang tidak saja mengandalkan nalar akan tetapi juga daya ingat.

Ia menambahkan, dengan modal kesalehan, para penghapal Qur'an sejatinya telah memiliki kesiapan untuk berjuang dengan penuh keikhlasan untuk kepentingan agama dan masyarakat. "Potensi yang meelekat para diri penghapal Qur'an jarang ditemukan pada lulusan beberapa pendidikan formal lainnya di Indonesia," kata Hasyim.

Hasyim mengatakan, berdasarkan analisa kekuatan dan kelemahan para penghapal Qur’an tersebut, maka dirumuskan beberapa tujuan: mengajarkan kandungan Al-Qur’an, mengajarkan metode penerapan syariah, mengajarkan relevansi dan kontekstualisasi ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan ilmu-ilmu umum agar tidak terjadi dikotomi ilmu agama dan ilmu umum. “Kedua ilmu berasal dari sumber yang sama yaitu Tuhan. Setelah mengetahui posisi Al-Qur’an dan ilmu umum, maka mereka akan bisa memanfaatkan Al-Qur’an untuk ilmu umum dan ilmu umum untuk Al-Qur’an,” katanya.

0 komentar: