Senin, 22 November 2010

Arsitektur Tradisional Bugis Tersisihkan


DEPOK, Ada yang menarik dalam Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) ke-42 yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Hotel Bumi Wiyata, Depok. Seorang siswi asal SMA Negeri 1 Pinrang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, bernama Hardiana Arsyad melakukan penelitian terhadap nilai kearifan arsitektur rumah tradisional Bugis di Kabupaten Pinrang. Dia mendapati bahwa arsitektur tradisional Bugis di kabupaten tersebut telah mengalami beberapa perubahan baik dari segi arsitektur maupun nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. “Tidak ditemukan rumah tradisional Bugis di Kabupaten Pinrang yang benar-benar mewarisi tradisi dari leluhur yang diwariskan secara turun temurun,” kata Hardiana kepada Jurnal Nasional, Senin (22/11).

Arsitektur tradisional maupun modern merupakan sumber informasi budaya. Karena bangunan-bangunan tersebut merupakan perwujudan nilai-nilai yang dianut, dipelihara, serta berlaku dalam lingkungannya. Di dalam kebudayaan suku Bugis, adat dianggap sebagai sebuah pedoman dalam bertindak, termasuk tata cara membangun rumah. Akan tetapi karena terjadi pergeseran budaya, khusunya di Kabupaten Pinrang, telah terjadi pergeseran wujud-wujud kebudayaan yang terkandung dalam arsitektur tradisional Bugis. “Saya tertarik untuk menelusuri lebih jauh mengenai nilai-nilai kearifan yang terdapat dalam arsitektur rumah tradisional Bugis. Yang kemudian melakukan identifikasi keselarasan konsep ideal dalam sistem kepercayaan Bugis dengan kenyataannya di lapangan,” kata Hardiana.

Hardiana menuturkan, hal itu dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai nilai-nilai kearifan yang terkandung pada arsitektur rumah tradisional Bugis. Nyatanya, kata dia, arsitektur rumah tradisional Bugis yang masih mempertahankan nilai-nilai kebudayaan suku Bugis di Kabupaten Pinrang hanya tinggal enam buah. “Di Kabupaten Pinrang hanya tinggal enam bangunan,” kata dia.

Setelah melakukan penelitian secara mendalam, kata dia, ditemukan bahwa tiga bentuk bangunan rumah adat yakni Saoraja, Saopitu, dan Bola, hanya mengandung sebagian dari nilai-nilai yang seharusnya dimiliki arsitektur tradisional: nilai falsafah, nilai politik/kekuasaan, nilai kesatuan hidup keluarga, dan nilai religi/kepercayaan. “Ada sebagian simbol dari arsitektur tersebut menghilang. Seperti bangunan rumah raja seharusnya terdapat lima garis, ternyata hanya tinggal tiga,” kata Hardiana.

Beberapa bangunan yang ditemukan di daerah Pinrang: Soraja berjumlah tiga buah, satu buah di Kecamatan Watang Sawitto, dua buah di Kecamatan Lembang. Saopiti ditemukan di dua buah, satu buah di Kecamatan Batulappa dan Kecamawan Watang Sawitto. Bola ditemukan di Kecamatan Watang Sawitto.

Kepala Bagian Penelitian Karya Ilmiah LIPI, Krisbiwati menuturkan, pada penyelenggaraan kali ini ada perbedaan penilaian. Kali ini peserta mengajukan proposal kepada dewan juri untuk kemudian dinilai dan dibimbing. Sedangkan sebelumnya, dewan juri hanya menilai karya siswa yang sudah ada. “Dari 622 proposal yang kami baca, hanya 24 saja yang dimbimbing. Kemudian terpilih 15 tim yang masuk dalam final,” katanya.

Kedepannya, kata dia, ada wadah bagi para peneliti muda ini agar mampu menciptakan karya yang berguna. Perkembangan minat siswa di bidang pengetahuan nantinya akan mengalami peningkatan. “Hanya 14 persen remaja yang ingin menjadi ilmuwan, dan hanya 9 persen yang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Namun, empat tahun ke depan minat mereka akan berkembang mencapai 77 persen,” kata dia.

0 komentar: