DEPOK, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Gories Mere mengatakan, pembuatan barang haram jenis sabu marak dilakukan industri rumah tangga. Hal itu dikarenakan pembuatan sabu sangat mudah dan cara pembuatannya dapat diakses di internet. "Masyarakat tinggal melihat di internet, membaca, memahami, dan mempraktekkan. Apalagi peminat sabu sangat banyak. Secara bisnis sangat menggiurkan. Kami menyebut home industri yang memproduksi sabu sebagai kitchen lab," kata Gories usai menandatangani kerjasama dengan Universitas Indonesia di Gedung Rektorat UI,Kamis (1/4).
Menurut Gories, untuk membuat narkotika jenis sabu dapat dilakukan masyarakat dengan mengakses internet. Selain itu, bahan baku dapat dengan mudah diperoleh di pasaran. Kendati begitu, Gories meminta kepada masyarakat untuk tidak mencoba memproduksi sabu-sabu atau jenis barang haram lainnya. Selain melanggar hukum, perbuatan memproduksi narkotika itu dapat terlacak olehnya. Karena kini BNN memiliki teknologi intelegen. Dengan teknologi itu lokasi pembuatan sabu dapat diketahui. Termasuk pengungkapan pabrik sabu dan ekstasi di Tangerang, Depok, dan daerah lainnya. "Dulu pembuatan sabu masih konvensional dengan human intelegent, tapi sekarang sudah memakai teknologi. Jadi kami lebih mudah mengungkap lokasi pembuatan sabu atau jenis narkotika lainnya," kata dia.
Dikatakan Gories, dari data yang diperolehnya jumlah pengguna narkotika di Indonesia tahun 2008 mencapai 3.6 juta orang. Jumlah penyalahgunaan narkotika tertinggi di Indonesia adalah DKI Jakarta. Jumlahnya mencapai 628.000. Sementara itu, mengenai kerjasama dengan UI, hal itu merupakan kerjasama lanjutan dalam rangka menekan angka penyalahgunaan narkotika. Tahun 2003 dan 2008 dilakukan kerjasama dengan UI dalam hal penelitian data penyalahgunaan narkotika. Penelitian tersebut dilakukan UI dengan mengerahkan seluruh ahlinya. Selain data, dari hasil penelitian selama enam bulan tersebut Dapat diketahui alasan masyarakat terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika. "Data penelitian UI sangat valid. Data itu membantu kami untuk mengungkap dan menekan penggunaan zat terlarang itu. Kerjasama ini kami lanjutkan kembali," tandasnya.
Rektor UI Gumilar Somanti menjelaskan kerjasama antara BNN dan UI perlu terus ditingkatkan untuk mencegah membesarnya kasus penyalahgunaan narkoba. Bentuk kerjasama yang dilakukan antara lain memfasilitasi pegawai BNN yang akan belajar ataupun melakukan riset tentang penyalahgunaan narkoba di UI. "UI menawarkan pendidikan S2 dan S3 bagi pegawai BNN yang akan menimba ilmu dan melakukan riset," katanya.
Ia yakin, apabila staf BNN terus ditingkatkan kemampuannya dalam melakukan riset tentang penylahgunaan narkoba, maka BNN bisa bekerja lebih optimal. Adapun Sekretaris Unit Pencegahan, Penanganan, dan Penyalahgunaan Narkoba Ismail Sumawijaya mengatakan kerjasama antara UI dan BNN telah dimulai pada tahun 2005 lalu. Penandatanganan MOU kali ini bertujuan untuk memperpanjang kerjasama tersebut. "MOU yang dulu habis pada Juni 2010, jadi sesuai aturannya tiga bulan sebelum habis tenggat waktunya, kita perpanjang," katanya.
Menurut Gories, untuk membuat narkotika jenis sabu dapat dilakukan masyarakat dengan mengakses internet. Selain itu, bahan baku dapat dengan mudah diperoleh di pasaran. Kendati begitu, Gories meminta kepada masyarakat untuk tidak mencoba memproduksi sabu-sabu atau jenis barang haram lainnya. Selain melanggar hukum, perbuatan memproduksi narkotika itu dapat terlacak olehnya. Karena kini BNN memiliki teknologi intelegen. Dengan teknologi itu lokasi pembuatan sabu dapat diketahui. Termasuk pengungkapan pabrik sabu dan ekstasi di Tangerang, Depok, dan daerah lainnya. "Dulu pembuatan sabu masih konvensional dengan human intelegent, tapi sekarang sudah memakai teknologi. Jadi kami lebih mudah mengungkap lokasi pembuatan sabu atau jenis narkotika lainnya," kata dia.
Dikatakan Gories, dari data yang diperolehnya jumlah pengguna narkotika di Indonesia tahun 2008 mencapai 3.6 juta orang. Jumlah penyalahgunaan narkotika tertinggi di Indonesia adalah DKI Jakarta. Jumlahnya mencapai 628.000. Sementara itu, mengenai kerjasama dengan UI, hal itu merupakan kerjasama lanjutan dalam rangka menekan angka penyalahgunaan narkotika. Tahun 2003 dan 2008 dilakukan kerjasama dengan UI dalam hal penelitian data penyalahgunaan narkotika. Penelitian tersebut dilakukan UI dengan mengerahkan seluruh ahlinya. Selain data, dari hasil penelitian selama enam bulan tersebut Dapat diketahui alasan masyarakat terjerumus dalam penyalahgunaan narkotika. "Data penelitian UI sangat valid. Data itu membantu kami untuk mengungkap dan menekan penggunaan zat terlarang itu. Kerjasama ini kami lanjutkan kembali," tandasnya.
Rektor UI Gumilar Somanti menjelaskan kerjasama antara BNN dan UI perlu terus ditingkatkan untuk mencegah membesarnya kasus penyalahgunaan narkoba. Bentuk kerjasama yang dilakukan antara lain memfasilitasi pegawai BNN yang akan belajar ataupun melakukan riset tentang penyalahgunaan narkoba di UI. "UI menawarkan pendidikan S2 dan S3 bagi pegawai BNN yang akan menimba ilmu dan melakukan riset," katanya.
Ia yakin, apabila staf BNN terus ditingkatkan kemampuannya dalam melakukan riset tentang penylahgunaan narkoba, maka BNN bisa bekerja lebih optimal. Adapun Sekretaris Unit Pencegahan, Penanganan, dan Penyalahgunaan Narkoba Ismail Sumawijaya mengatakan kerjasama antara UI dan BNN telah dimulai pada tahun 2005 lalu. Penandatanganan MOU kali ini bertujuan untuk memperpanjang kerjasama tersebut. "MOU yang dulu habis pada Juni 2010, jadi sesuai aturannya tiga bulan sebelum habis tenggat waktunya, kita perpanjang," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar